Dosen UGM Ini Ingin Meriset Teknologi AI untuk Berinteraksi dengan Orang Mati

03 Oktober, 2023 18:28 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

03102023-UGM Ridi Riset AI untuk orang mati.JPG
Ridi Ferdiana, dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM). (EDUWARA/Dok. UGM)

Eduwara.com, JOGJA – Dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM), Ridi Ferdiana, ingin menghadirkan teknologi yang bisa menjadi interaksi dengan orang yang sudah meninggal melalui riset di bidang riset rekayasa perangkat lunak. 

Sebagai Direktur di Direktorat Sistem dan Sumber Daya Informasi (DSDI) UGM, Ridi yang baru menyandang gelar professor pada Juni 2023, ingin terus melakukan riset yang berguna bagi masyarakat maupun perusahaan.

"Setahun kalau produktif, bisa 1 sampai 2 publikasi, satu jurnal dan satu konferensi. Kalau lagi apes, dua konferensi saja. Tiap tahun riset beda topik, karena tergantung pendanaan. Sangat bersyukur, pandanaan di UGM tidak sulit, ada dari Prodi, Fakultas maupun universitas," kata Ridi Ferdiana, Selasa (3/10/2023).

Berhasil menyandang profesor pada usia 39 tahun, Ridi telah melakukan banyak riset seperti kerja sama dengan Microsoft Jepang pada 2019 tentang kecerdasan buatan berempati. Riset itu dilakukan untuk mengetahui bagaimana Artificial Inteligence (AI) atau Kecerdasan Buatan paham unggah-ungguh sehingga bisa berbicara dengan pengguna sebaya atau seumuran agar bisa lebih gaul.

Selain itu, Ridi juga pernah melakukan riset soal kebiasaan masyarakat memulai percakapan saat mengetik pesan di sebuah aplikasi percakapan.

"Waktu itu saya riset soal perilaku masyarakat kita saat mengetik di smartphone. Kita sampai tahu anak SMP itu misalnya sering ngomong apa, ngobrol formal atau informal, menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Kita tahu keyboard virtual itu menyimpan apa yang sering kita tulis," jelasnya.

Bahasa Kucing

Tidak hanya itu, Ridi juga pernah meneliti soal bahasa kucing, bekerja sama dengan Samsung mengumpulkan sampel 35 hingga 40 ribu video kucing di aplikasi YouTube. Dari riset tersebut diketahui suara kucing dan perilaku yang dilakukannya.

"Kita petakan berdasarkan ras kucing dan suaranya, suara  kucing ingin kawin, suara kucing lagi marah. Kita klasifikasi mood kucing. Sekitar 35-40 ribu video kucing kita kumpulkan dari YouTube. Lalu kita ekstrak audionya, kita koneksikan dengan deskripsi yang tertera di video itu. Angan-angan saya, suatu saat nanti dari gawai kita, bisa tahu suara kucing ketika lagi lewat, kita tahu ia lagi ingin apa, agar kita bisa kita tahu apa yang harus dilakukan," katanya.

Saat ditanya riset apa yang ingin ia selesaikan pada masa mendatang? Ridi berkeinginan membuat riset tentang digital sibling, di mana orang bisa berinteraksi dengan saudara, kerabat kandung atau orang tua yang sudah meninggal secara digital lewat teknologi kecerdasan buatan (AI).

"Orang yang sudah meninggal, bagaimana perilakunya bisa masuk ke AI. Harapan saya, nantinya anak cucu bisa ngobrol dan berinteraksi. Dari perilaku, cara ngomong, hingga suara dibuat bisa semirip mungkin. Saya memikirkan kodenya (algoritma) seperti apa. Paling tidak bisa mulai dari diri saya sendiri," tuturnya.

Sebagai upaya menggali ide riset terbaru, Ridi bisa menghabiskan waktu hingga 3 jam untuk membaca buku di Perpustakaan UGM. Ia kemudian memilih ide riset yang mungkin bisa dilakukan, dengan disesuaikan anggaran yang ada.