Ini Penjelasan Guru Besar Fakultas Farmasi UI tentang Omicron

27 Desember, 2021 22:30 WIB

Penulis:Bhakti Hariani

Editor:Ida Gautama

27122021-UI Mikrobiolog Maksum Raji.jpg
Ahli Mikrobiologi dan Pemerhati Vaksin Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FF UI) Maksum Radji (EDUWARA/Istimewa)

Eduwara.com, DEPOK – Fakultas Farmasi Universitas Indonesia memberikan edukasi terkait virus corona varian Omicron yang telah masuk ke Indonesia. Mutasi virus merupakan hal biasa terjadi pada proses replikasi virus, dan tidak semua mutasi menyebabkan virus menjadi lebih berbahaya. 

Dipaparkan Ahli Mikrobiologi dan Pemerhati Vaksin Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FF UI) Maksum Radji, dari data yang ada, rata-rata hanya empat persen mutasi yang membuat virus lebih berbahaya. Infeksi virus yang berbeda pada saat bersamaan juga berpotensi menyebabkan mutasi pada virus. 

Virus tersebut membutuhkan inang untuk replikasi, sehingga tujuan vaksinasi untuk mencapai herd immunity yang memberi kekebalan inang, sangat penting. Varian Omicron mengalami mutasi signifikan pada gen S pembentuk spike virus. 

Salah satu tanda awal pada pemeriksaan PCR bahwa seseorang terinfeksi varian omicron adalah hasil PCR pada gen S tidak menunjukkan hasil positif, namun gen nukleokapsid dan envelope positif. 

“Replikasi varian omicron pada saluran pernafasan 10 kali lebih cepat dari varian yang lain, namun di paru-paru replikasinya lebih lambat yang menyebabkan varian omicron lebih cepat menular namun keparahannya tidak signifikan,” ujar Maksum dalam siaran pers yang dikirimkan Kantor Humas dan KIP UI kepada Eduwara.com, Senin (27/12/2021).

Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Hario Baskoro menjelaskan, hingga saat ini, tidak ada peningkatan jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di RSUI dan RSUP Persahabatan. 

“Penyebaran varian Omicron tidak dapat langsung dihubungkan dengan peningkatan jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Hal tersebut karena sampai saat ini varian Omicron hanya menimbulkan gejala ringan yang tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit,” ujar Hario.

Mencerna Informasi

Hario juga menekankan bahwa masyarakat harus berhati-hati dalam mencerna informasi yang beredar di media sosial. Salah satu ciri khas info hoaks adalah tidak disertakannya sumber rujukan terpercaya dan judulnya dibuat bombastis. 

Hario menegaskan, ada hoaks yang menyebutkan bahwa virus varian Omicron dapat menyebabkan gangguan pada jantung dan stroke. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak sesuai dengan bukti kasus yang ada.

Sementara itu, Tri Kusumaeni dari RSUP Persahabatan membantah informasi bahwa varian Omicron muncul disebabkan efek samping vaksin Covid-19. 

“Tidak ada bukti terkait hal itu. Justru sebaliknya, dengan pemberian vaksin, keparahan Covid-19 menurun,” kata Tri. 

Hal ini juga diperkuat oleh Prof Maksum yang mengatakan bahwa kasus pasien meninggal yang disebabkan varian Omicron di Inggris ternyata ditemukan yang bersangkutan tidak pernah menerima vaksin. Saat ini, tidak ada vaksin merek khusus yang ditujukan untuk menambah kekebalan menghadapi varian Omicron.

“Hingga saat ini belum ada perubahan terkait pengobatan pasien Covid-19 di Indonesia walaupun ada berbagai varian virus corona. Obat antivirus baru yang diberitakan sebagai obat per oral untuk Covid-19 masih terus diteliti khasiat dan keamanannya. Belum ada klaim khusus yang menyatakan efektivitas obat tertentu pada varian Omicron. Pengobatan yang ada saat ini lebih banyak menekankan pada terapi simptomatis,” papar Maksum yang juga Guru Besar Fakultas Farmasi UI.

Ditegaskan bahwa vaksinasi membantu meningkatkan kekebalan namun kewaspadaan tetap harus ditingkatkan untuk mencegah penularan varian Omicron.