Pesantren Butuh Dukungan Kebijakan dan Pendampingan Pemerintah

08 Oktober, 2024 19:15 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

08102024-Gus Yahya.jpg
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menjadi salah satu pembicara dalam ‘Simposium Pesantren 2024: Strategi Penguatan Pesantren sebagai Pilar Masa Depan Indonesia’, yang digelar FISIPOL UGM, Selasa (8/10/2024). (EDUWARA/Dok. UGM)

Eduwara.com, JOGJA – Sebagai lembaga pendidikan dan dakwah yang diakui negara, pesantren membutuhkan dukungan kebijakan dan pendampingan secara berkelanjutan dari pemerintah. Kehadiran UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren diharapkan mampu berkontribusi signifikan bagi kemajuan bangsa.

Hal ini mengemuka dalam ‘Simposium Pesantren 2024: Strategi Penguatan Pesantren sebagai Pilar Masa Depan Indonesia’, yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Selasa (8/10/2024).

Hadir sebagai pembicara simposium adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf dan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) DIY Ahmad Bahiej.

Dalam paparannya, Gus Yahya --sapaan Yahya Cholil Staquf-- mengatakan, langkah-langkah pengembangan pesantren harus didasarkan pada konsep keberlanjutan. Hal ini mengingat pesantren menjadi satu pilar utama pendidikan dalam membina generasi muda yang berdaya saing global.

“Aspirasi terkait keberlangsungan sejalan dengan pendirian jami’iyyah Nahdatul Ulama karena gagasan terkait keberlanjutan sosial diperkenalkan oleh para ulama sejak dahulu. Para ulama, memiliki cita-cita jangka panjang dengan model dan kendaraan perjuangan yang sustainable,” tuturnya.

Keberlanjutan pesantren, lanjut Yahya, harus terus diupayakan karena ada dorongan perubahan struktur masyarakat. Tantangan ini membutuhkan pendekatan relevan agar mampu menghadirkan kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat yang lebih baik secara sosial, ekonomi, maupun budaya.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf seusai ‘Simposium Pesantren 2024: Strategi Penguatan Pesantren sebagai Pilar Masa Depan Indonesia’, yang digelar FISIPOL UGM, Selasa (8/10/2024). Simposium juga menghadirkan Kepala Kanwil Kemenag DIY Ahmad Bahiej sebagai pembicara. (EDUWARA/Dok. UGM)

Pengembangan Pesantren

Yahya menerangkan selain memetakan isu strategis tentang apa yang perlu dikerjakan dalam proses pengembangan pesantren sebagai sentrum penghidupan masyarakat, perumusan kebijakan juga harus berlandaskan pemikiran progresif. Tidak hanya perubahan secara internal tetapi menjadikan pesantren sebagai pilar masa depan.

Tak hanya itu, kehadiran pemerintah di 40-an ribu pesantren dengan 12 juta lebih santri yang menetap se-Indonesia sangat penting. Pesantren tidak boleh dibiarkan hidup sendiri. Semuanya harus diatur.

“Jadi, kemunculan berbagai kasus karena memang tidak ada pemerintah. Tidak ada kontrol, tidak ada alat untuk membuat standar dan lain sebagainya,” jelasnya.

PBNU setahun terakhir, disebut Yahya, telah membangun sebuah tim yang mengurusi masalah ini sehingga bisa mengusulkan berbagai inisiatif dan memberi ruang bagi pemerintah terlibat membangun pesantren. 

Kehidupan pesantren seharusnya ditata dan diatur seperti lembaga pendidikan formal lainnya. Seperti sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, di mana semuanya ada keterlibatan pemerintah.

Kepala Kanwil Kemenag DIY, Ahmad Bahiej menekankan peran penting pesantren sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan ilmu. Pesantren membentuk karakter insan yang disiplin, riyadhoh, sederhana, dan penuh tanggung jawab.

“Hal ini kemudian menjadi bekal untuk mempersiapkan generasi yang siap berkompetisi di era globalisasi,” ujarnya.

Menurut Ahmad, peran strategis tersebut memerlukan pengembangan pesantren yang komprehensif agar dapat beradaptasi dengan tantangan zaman dan tetap menjadi lembaga pendidikan unggul.

Sejalan UU Nomor 18 Tahun 2019, Ahmad Bahiej menekankan tiga langkah dalam pengembangan pesantren, di antaranya meningkatkan kualitas pendidikan termasuk tenaga pendidik dan kurikulum yang sesuai; menyinergikan antara pesantren, pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia usaha untuk mengembangkan ekonomi mandiri; serta dukungan dari seluruh elemen masyarakat.