Sekolah tak Izinkan Siswa Ikut Ujian, ORI DIY Turun Tangan

10 Juni, 2022 20:43 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

10062022-ORI DIY Turun tangan.jpg
SMP Muhammadiyah Bangutapan Bantul (EDUWARA/Setyono)

Eduwara.com, JOGJA – Pengelola SMP Muhammadiyah Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dilaporkan beberapa wali siswa ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta karena tidak mengizinkan siswa yang belum menulasi uang pembiayaan mengikuti ujian.

Kepada wartawan, Asisten ORI DIY, Muhammad Rizki mengatakan kedatangan perwakilan ORI DIY ke sekolah karena mendapatkan laporan salah satu wali siswa pada Rabu (8/6/2022).

"Ini adalah kedatangan kedua kami, setelah Kamis (9/6/2022) kemarin sudah ke sini. Kedatangan kami untuk mengklarifikasi laporan yang masuk mengenai tidak diizinkannya siswa mengikuti ujian," katanya, Jumat (10/6/2022).

Dari penyelidikan, ORI DIY mendapatkan bukti bahwa sekolah tidak mengizinkan lima siswa, yang semuanya duduk di kelas VII, mengikuti ujian akhir semester yang dilaksanakan mulai Selasa (6/6/2022). Lalu pada Rabu (7/6/2022) ada empat siswa yang ikut, namun pada Kamis sampai hari ini dua siswa tidak hadir.

Rizki memaparkan, laporan yang masuk ke pihak ORI DIY, menyebutkan siswa SMP Muhammadiyah Banguntapan yang dilarang ikut ujian karena belum melunasi biaya masuk sekolah sebesar Rp 3-4 juta selama satu tahun.

"Kisaran uang masuk bervariasi tergantung gelombang masuknya. Tiap anak beda-beda besarnya. Uang masuk ini untuk berbagai kegiatan sekolah," katanya.

Meski belum menemukan kesimpulan dari berbagai klarifikasi dari sekolah dan beberapa orang tua, Rizki menyatakan pihak sekolah telah melanggar Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012.

"Jelas dalam aturan itu kegiatan pembelajaran tidak boleh dikaitkan dengan biaya, berlaku untuk negeri maupun swasta. Jika dilakukan berarti melanggar peraturan itu tadi,” katanya.

Salah satu wali siswa, Risyanto, menyatakan anaknya tidak diperkenankan ikut ujian sejak hari pertama ujian, yaitu Selasa. Anak-anak ini juga diijinkan mengikuti simulasi ujian pada Senin.

"Sebenarnya Selasa, anak saya nekat datang agar bisa ikut ujian, tapi bagian keuangan tidak memberinya kartu dan pulang saja," katanya.

Menjatuhkan Mental

Pada awal masuk sekolah, Risyanto sepakat membayar ke sekolah Rp 4,6 juta dicicil selama setahun. Sampai hari ini, dirinya hanya kurang Rp 800 ribu. Bahkan agar anaknya bisa mengikuti ujian, Rabu kemarin dirinya membayar Rp 1 juta.

Bagi Risyanto yang membuatnya kesal adalah tindakan sekolah yang mengumumkan nama-nama siswa beserta kekurangan pembayaran di grup siswa. Hal ini memicu beberapa siswa meledek nama-nama siswa yang kekurangan bayar.

“Soal biaya sebenarnya bisa kita bicarakan, namun pengumuman itu menjatuhkan mental serta psikis anak. Tadi anak saya sempat dijemput sekolah untuk ujian, namun dirinya tidak mau," lanjutnya.

Risyanto mengaku sebelum ke ORI pada Rabu (8/6/2022), dia sempat melaporkan ke Dinas Pendidikan namun tidak mendapatkan tanggap dan baru ke ORI laporannya segera mendapatkan tindak lanjut.

Saat diminta konfirmasi, pihak sekolah enggan berkomentar. Salah satu pegawai meminta kepada awak media keluar dari area sekolah dengan alasan siswa sedang ujian.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih sangat menyesalkan tidak diizinkannya siswa mengikuti ujian. Dirinya menjamin hal itu tidak akan pernah terjadi lagi di Kabupaten Bantul.

"Intinya hak anak harus diberikan, apapun kondisi ekonomi orang tuanya. Hak-hak pendidikan anak itu harus tetap diberikan sehingga kita melakukan fasilitasi dan anak yang bersangkutan diperbolehkan untuk ujian," tegasnya.

Dirinya mengimbau seluruh sekolah baik negeri maupun swasta memberikan hak pendidikan kepada anak tanpa pandang bulu. 

“Yang tidak mampu itu kan orangtuanya, sementara anak-anak ini menurut UUD memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang wajar dan layak,” katanya.