Kampus
11 Desember, 2021 06:00 WIB
Penulis:Fathul Muin
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bekerja sama dengan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang membahas terkait transformasi energi nasional, yakni peluang untuk dapat memproduksi dan memanfaatkan energi demi masa depan yang lebih baik.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Jepang dan Federasi Mikronesia Heri Akhmadi mengatakan Indonesia dan Jepang telah menjalin kerja sama terkait sistem energi bebas karbon.
"Jepang ditargetkan bisa mencapainya pada 2050, sementara Indonesia diharapkan bisa menyusul pada 2060," katanya pada kuliah tamu secara daring, Jumat (10/12/2021).
Menurut dia, Indonesia beruntung karena ada banyak pakar dalam negeri yang mendalami energi. Salah satunya Prof Muhammad Aziz yang diharapkan bisa memberikan pencerahan kajian perubahan energi. Dengan begitu, Indonesia bisa memproduksi dan memanfaatkan energi demi masa depan yang lebih baik.
"Sampai sekarang, ekspor utama Indonesia didominasi oleh batu bara dan gas. Padahal kita tahu bahwa 10-20 tahun ke depan Indonesia tidak mungkin mengekspor hal tersebut. Maka harus ada tahapan-tahapan yang ditempuh untuk melakukan upaya transformasi energi. Semoga kerja sama dengan UMM ini tidak berhenti pada hal ini saja, tapi berlanjut pada kuliah tamu maupun webinar berikutnya," katanya.
Wakil Rektor IV UMM Sidik Sunaryo menilai isu energi yang ada di SDGs sangat penting. Banyak hal yang perlu dikerjakan, seperti menemukan sumber daya energi yang murah dan berkelanjutan serta bisa diandalkan di zaman modern seperti sekarang.
"Perlu juga mempertimbangkan visibility dan affordability dari energi tersebut sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal pada semua manusia," ungkapnya.
Sidik berharap akan ada program lanjutan yang dapat dilaksanakan. Salah satunya, agenda diskusi bersama dengan para sivitas akademika di UMM untuk mengembangkan ide-ide yang dipaparkan oleh Prof Muhammad Aziz sehingga bisa menjadi pintu pembuka agar lebih intensif dalam riset terkait isu-isu energi.
Muhammad Aziz mengatakan, dalam riset energi bebas karbon ini membutuhkan kolaborasi yang memberikan dampak besar, tidak hanya bagi kedua belah pihak, tapi secara luas ke masyarakat. Jenisnya bisa joint, collaboration maupun co-creation sehingga bisa membangun capacity building di berbagai tempat.
"Kita ambil contoh negara Cina. Banyak profesor dari Cina yang menjadi besar di Eropa dan Amerika serta memiliki koneksi kuat dengan Cina sehingga bisa memberikan dampak besar bagi negara asalnya," katanya.
Dia juga mendorong agar riset yang dikerjakan harus bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama. Karena itulah, pemilihan topiknya juga harus bijak dan cerdas. Begitupun dengan mutual atau open innovation. Sayangnya, di Indonesia masih berada pada tahap close innovation.
Menurut Aziz, topik riset energi sangatl luas. Selama manusia ada, maka riset terkait energi tidak akan pernah habis. Sumber energi yang dimiliki Indonesia banyak, hanya saja bagaimana kita menyediakan energi dengan harga yang mungkin dengan harga yang terjangkau.
Dia juga menyebutkan beberapa energi carbon free yang potensial bagi manusia. Di antaranya electricity, chemical energy, heat dan metal fuel. Meski memiliki potensi besar, namun masih ada beragam tantangan yang harus diselesaikan.
"Satu di antaranya adalah bagaimana mengubah primary energy menjadi secondary energy. Sangat tidak mungkin jika kita membawa batu bara atau bio mass ke mana-mana. Maka perlu adanya banyak kolaborasi antara kita semua agar bisa menjawab dan melewati beragam tantangan yang ada," ujarnya.
Bagikan