Eduwara.com, MALANG — Tren adopsi spirit doll atau boneka arwah dengan memperlakukan layaknya anak sungguhan, dengan diberi pakaian bagus serta aksesoris dan lainnya, di kalangan artis tanah air menjadi perbincangan hangat beberapa hari terakhir, dan menjadi perhatian psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Dosen Psikologi UMM, Cahyaning Suryaningrum, mengatakan setiap manusia, sebagai makhluk sosial, memiliki kebutuhan psikologis tertentu yang berkaitan dengan relasinya dengan orang lain. 

Orang-orang yang mengadopsi boneka arwah tersebut kemungkinan karena merasa kesepian, tidak memiliki teman untuk bercerita, atau memiliki kebutuhan untuk menyalurkan kasih sayang, namun tidak bisa terpenuhi karena ada hambatan-hambatan tertentu. Misalnya, tidak memiliki anak padahal sangat menginginkannya atau kesulitan dalam menjalin kedekatan dengan orang lain. 

• Kampanyekan Pencegahan Covid-19, Mahasiswa UMM Raih Juara II Lomba Poster Nasional
• Poliklinik Eksekutif RS UNS dan UNS Aesthetic Center Diresmikan, Apa Saja Fasilitasnya
• Epidemiolog UNS dr. Tonang Dukung Pemerintah Laksanakan PTM 100 Persen

Jika semua kebutuhan psikologis ini terpenuhi, maka seseorang biasanya tidak akan mencari benda mati sebagai pengganti.

"Kemungkinan, mereka tidak dapat menjalin kedekatan yang memuaskan dengan orang lain, keterampilan sosial rendah, ataupun tidak memiliki rasa percaya pada orang untuk menceritakan isi hatinya," katanya, Jumat (7/1/2022).

Bisa juga karena keinginan untuk menyalurkan rasa kasih sayang dan merawat orang lain namun tidak terpenuhi. Hal-hal itulah yang mendorong beberapa orang mencari alternatif lain sebagai pengganti teman yaitu spirit doll.

Naning, sapaan akrab Cahyaning Suryaningrum, melihat bahwa fenomena adopsi boneka arwah ini mirip dengan orang yang memilih memelihara dan menjalin kelekatan dengan hewan peliharaan, hanya saja objek yang dipilih berbeda.

Dia juga melihat bahwa pengadopsi boneka arwah tidak bisa dikatakan mengalami kelainan mental sepanjang fungsi-fungsi psikologisnya masih berjalan normal. Begitupun dengan proses pikir yang masih koheren dan tidak mengganggu perannya dalam menjalani kehidupan.

Pemenuhan Kebutuhan Psikologis

Naning yang juga Kepala Prodi Magister Psikologi Profesi UMM menilai, dalam mendiagnosis apakah seseorang memiliki masalah mental perlu melihat banyak faktor. Salah satunya melalui gejala-gejala yang tidak normal. Tidak hanya seberapa banyak jumlah gejala, namun juga melihat intensitas dari gejala-gejala tersebut. 

"Mungkin ada yang sekedar ikut-ikutan. Tren spirit doll juga bisa menjadi pemenuhan kebutuhan psikologis yang tidak dapat dipenuhi karena adanya hambatan tertentu. Sesekali bercerita pada boneka arwah mengenai beban hidup boleh-boleh saja. Namun yang terpenting adalah bagaimana mengatasi hambatan-hambatan psikologis itu sehingga dapat menyalurkan kebutuhan psikologis dengan cara yang lazim," tuturnya.

• UMM Dorong Karya Akademik Dosen dan Mahasiswa Dipatenkan
• PP Muhammadiyah Jadikan UM Bandung Kampus Sehat
• Penelitian UMY, MBKM Tingkatkan Kinerja Dosen

Dia mengungkapkan pula, labeling negatif yang diberikan masyarakat dapat juga menyebabkan para pengadopsi boneka arwah menjadi tertekan. Alih-alih memberi label tidak waras, akan lebih bijak kalau lingkungan sekitar mencoba memahami alasan atau penyebab mengapa orang tersebut memilih untuk mengadopsi spirit doll.

"Jika kita tahu akar penyebab seseorang memilih boneka arwah, kita jadi tahu cara untuk membantu mengatasinya. Misalnya, jika seseorang memilih boneka arwah karena merasa kesepian dan kehilangan rasa percaya pada orang lain, maka kita bisa membantu untuk meningkatkan keterampilan sosialnya agar bisa menjalin pertemanan dan kedekatan dengan orang lain. Jadi, mencari tahu dan memahami penyebab utama adalah hal yang terpenting," ucapnya.