Eduwara.com, JOGJA – Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM), Selo, berhasil meluncurkan pesawat nirawak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang dinamakan ‘Palapa S-1’. Pesawat ini merupakan inovasi staf pengajar FT UGM, Gesang Nugroho, untuk kepentingan surveilans, pemetaan, kepentingan patroli kebakaran hutan hingga darurat bencana.

Selo mengatakan pesawat nirawak Palapa-S1 merupakan pesawat yang didesain dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam aplikasi. Pada saat diluncurkan, Palapa S-1 custom dibuat untuk aplikasi pemantauan kebakaran hutan.

“Palapa S-1 bisa diaplikasikan ke banyak hal. BPBD salah satunya yang akan memanfaatkan untuk memantau bila terjadi bencana, gempa bumi misalnya,” papar Selo di Gedung Engineering Research and Innovation Center (ERIC), Fakultas Teknik UGM, Selasa (3/9/2024).

• Fakultas Teknik UGM Kenalkan ‘Kemurai’
• Program PUSPAGA Pintar Bakal Sasar 10 Sekolah di Kota Yogyakarta
• Dinda, Atlet Disabilitas Berhasil Raih Gelar Sarjana Psikologi di UGM

Gesang Nugroho, yang menjabat Ketua Tim, memaparkan penelitian dan pembuatan Palapa S-1 ini sepenuhnya mendapatkan pendanaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

“Produk ini memiliki tingkat efisiensi sangat tinggi. Untuk sekali terbang mampu bertahan di udara selama 6 jam dengan jangkauan telemetri sejauh 500 kilometer atau pemetaan seluas 3.500 hektar,” katanya.

Terus Ditingkatkan

Ke depan, menurut Gesang, pesawat ini bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan tergantung dari sensor yang dibawa, seperti bisa digunakan untuk recognition militer yaitu mengintai kondisi musuh yang jaraknya masih jauh, patroli laut, pemantauan perkebunan, pemantauan pertambangan, dan lain-lain.

• Prodi Sains Biomedis Jadi Embrio Fakultas Kedokteran UIN Sunan Kalijaga
• Hadirkan Pengalaman Konseling Mendalam dan Realistis, Tim PkM UMBY Kembangkan VR Therapy
• Di Gunungkidul, Mahasiswa UNY Ciptakan Pengusir Monyet Sistem Listrik Kejut

Gesang menjelaskan penelitian dan pengembangan Palapa-S1 memerlukan waktu selama 3 tahun, dimulai sejak 2021. Pesawat ini terus dikembangkan agar strukturnya semakin ringan, semakin kuat sehingga payload-nya bisa semakin tinggi.

“Ini sudah tahun ketiga, dan rangkaian pengujian-pengujian sudah kita laksanakan. Pesawat ini pada awalnya akan dimanfaatkan untuk deteksi dini kebakaran hutan. Dari informasi titik panas yang diperoleh maka pesawat akan melakukan pemadaman setelah mendapat data yang valid,” jelasnya. 

Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pesawat ini memang masih 30-40 persen. Karena itu, menurut Gesang, hal itu akan terus ditingkatkan dan sangat siap diproduksi karena pesawat dibuat dengan cara dicetak. Sedangkan kapasitas pembuatan selama 3 bulan mampu menghasilkan 7 unit pesawat.