Eduwara.com, JOGJA - Guru Besar Bidang Ilmu Sastra dan Gender Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM), Wening Udasmoro, meraih penghargaan Remise Des Palmes Académiques dari Pemerintah Prancis. Remise Des Palmes Académiques merupakan penghargaan akademik tertinggi dan tertua dari pemerintah Prancis. 

Dalam sejarahnya, penghargaan ini pertama kali diinisiasi pada tahun 1808 oleh Napoleon I. Seiring berjalannya waktu, pemerintah Prancis memberikan penghargaan Remise Des Palmes Académiques kepada akademisi di seluruh dunia yang telah mendedikasikan diri untuk mendalami warisan budaya Prancis.

Duta Besar Prancis untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Fabien Penone mengatakan karya-karya Wening dinilai layak untuk mendapatkan penghargaan tertinggi akademik Prancis. 

• Inovasi Pertanian Berkelanjutan, UPN Veteran Yogyakarta Kenalkan Carbon Savere
• Fapet UGM Gagas Eduwisata Ternak Kambing untuk Pelajar SD
• Transformasi Digital BRI Hasilkan Penghargaan di Digital Banking Awards 2024

“Selama 30 tahun Wening berkarir dan mempromosikan frankofoni di Indonesia, menjadi jembatan antara hubungan Indonesia-Prancis. Anda sangat layak mendapatkan penghargaan Palmes Académiques ini,” kata Fabien Penone. 

Fabien juga memberikan apresiasi terhadap dunia akademik di Indonesia. Menurutnya, Indonesia merupakan prioritas bagi Prancis. Ia ingin agar hubungan bilateral baik di sektor akademik, budaya, ekonomi, hingga politik dapat terus terjalin. Salah satu upayanya adalah dengan meningkatkan kolaborasi global akademik untuk saling bertukar budaya dan mengapresiasi penelitian serta riset akademik. 

“Guru Besar Wening, menurut saya, hal ini hampir terlihat dengan jelas karena dia telah terlibat dalam kegiatan ilmiah dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Prancis. Jadi, ia sepenuhnya layak untuk mendapatkan penghargaan ini,” katanya. 

Fabien berharap agar para akademisi di Indonesia memahami Indonesia menjadi negara besar yang banyak dipertimbangkan di kancah internasional. Kesempatan global untuk mengembangkan penelitian dan kualitas diri sangat terbuka lebar.

Tantangan

Dalam sambutannya, Wening mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas apresiasi yang diterimanya.

“Sebuah kehormatan, saya merasa sangat haru dan tidak pernah saya bayangkan. Penghargaan ini saya dedikasikan untuk UGM, teman-teman dosen, dan kolega yang mendukung saya selama ini,” ucapnya.

Selama 30 tahun pengabdiannya sebagai akademisi di bidang Sastra Prancis, Wening banyak menelurkan kajian-kajian lintas sektor dan disiplin dalam lingkup sosial humaniora.

Bagi Wening, mempelajari budaya dan sastra Prancis sudah menjadi bagian dari sisi kehidupannya. Sejak kecil, ia dibesarkan oleh keluarga yang kental dengan budaya dan seni. Dari sanalah ia mengenal lagu-lagu dan film Prancis, seperti film Alain Delon, serta musik karya Christophe dan Serge Gainsbourg. 

Kecintaan Wening akan sastra dan budaya Prancis juga ia tuangkan dalam karya tesisnya yang membahas tentang interpretasi mitos Jawa Rara Jonggrang dan Rara Mendut dengan teori strukturalisme Claude Levi-Strauss.

• BRI Beri Kredit Rp199,83 Triliun ke Pertanian, Ketahanan Pangan Jadi Fokus Utama
• Kembangkan Desa Wisata, Alumni UMY Sabet Penghargaan Kemenpora
• UAJY Kenalkan Tagline Kampus Tanpa Inklusi, Tidak Ada Keunggulan

Kontribusi Wening dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya Prancis terus berlanjut. Ia menjadi salah satu pionir penguji Diplôme d'Etude en Langue Française (DELF) ketika pertama kali diselenggarakan. Hasil risetnya bertema sastra, gender, seksualitas, konflik, media, identitas, hingga analisis konflik wacana banyak mengutip teori tokoh besar Prancis.

“Saya termasuk orang yang beruntung. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi saya. Harapannya saya bisa berkontribusi lebih baik dengan kajian Prancis yang selama ini menjangkar kuat membentuk peradaban dunia,” paparnya. 

Wakil Rektor UGM ini juga berpesan pada para akademisi agar terus berkarya dan mengabdikan diri untuk pendidikan dan masyarakat.