Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Pendiri Rumah Perubahan, Rhenald Kasali, mengatakan perguruan tinggi idealnya melakukan perubahan sesegera mungkin menghadapi puncak dari tantangan disrupsi. Perguruan tinggi diminta melakukan pendekatan Outcome Based Education (OBE), pendekatan yang diaplikasikan dan dipraktikkan dalam menciptakan sesuatu yang baru.
"Perubahan itu harus segera dilakukan ketika posisi perguruan tinggi dalam kondisi mapan, punya uang, dan belum menghadapi puncak dari tantangan disrupsi. Karena untuk melakukan perubahan, membutuhkan uang dan tenaga yang tidak ringan," kata Rhenald Kasali, Kamis (31/8/2023).
Hal ini disampaikan Rhenald Kasali saat gelaran Executive Forum SEVIMA di Rumah Perubahan Jakarta Escape. Forum ini menghadirkan ratusan rektor, pejabat, serta pakar pendidikan.
Selain Rhenald Kasali, pembicara yang lain yaitu Ketua Forum CSR Nasional dan Ketua Kedaireka Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Bapak Mahir Bayasut. Kemudian Ketua Umum Perkumpulan Politeknik Swasta se-Indonesia, Akhwanul Akhmal dan Ketua STIE Bisnis Indonesia dan Mantan Sekjen Kementerian Pertahanan Laksamana Madya Purn Agus Setiadji.
Menurut Rhenald, saat menghadapi tantangan dan kesulitan, semua orang ingin melakukan perubahan, tak terkecuali kampus dan dunia pendidikan tinggi yang kini sedang menghadapi era disrupsi.
"Kampus kini digempur oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat, dan tak sedikit lulusan sarjana yang kesulitan memperoleh pekerjaan. Sayangnya, pada saat kita (perguruan tinggi, red) punya banyak resources (sumber daya), banyak yang tidak punya keinginan melakukan perubahan," ujarnya.
Tetapi, lanjut Rhenald, di saat sudah tidak punya resources, semua menginginkan perubahaan, padahal sudah tidak ada energi. Disebutnya, inilah contoh kampus yang tidak lama lagi akan terdisrupsi, mana mau mahasiswa mendaftar.
Kepercayaan Diri
Pendekatan Outcome Based Education (OBE) sudah menjadi sebuah keharusan bagi kampus untuk segera melakukan transformasi. Jangan sampai, menjadi orang Indonesia yang sudah memiliki ilmu dan kemampuan untuk melakukan perubahan, namun kekurangan rasa percaya diri, sehingga membuat para dosen lebih banyak menjadi konsumen ilmu daripada pencipta.
"Aspek yang perlu diangkat di Indonesia adalah kepercayaan diri atau 'confidence'. Percaya diri, mau dan mampu berubah! Selama ini, karena kita tidak punya confidence maka kita hanya jadi pembeli dan pengikut," ucapnya.
Pendidikan, lanjut Rhenald, bukan hanya tentang penyerapan informasi, melainkan juga tentang memberdayakan individu untuk menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin dalam menciptakan ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan bangsa dan dunia.
Ketua PMO Kedaireka Kemendikbudristek Mahir Bayasut mengatakan antara penawaran dan permintaan pendidikan tinggi dengan dunia usaha belum terjalin dengan maksimal.
"Kedaireka mempertemukan dunia industri dan dunia pendidikan. Kedaireka menjadi ‘biro jodoh’, dan memberi intensif berupa matching fund (dana hibah), serta forum-forum pertemuan antara dunia industri dan dunia pendidikan sehingga kampus bisa bergotong royong mengerjakan penelitian dan bisnis," ungkapnya.
Di bagian lain, CEO dan Founder SEVIMA, Sugianto Halim, menjelaskan kehadiran sistem akademik terintegrasi 'SEVIMA Platform' menjadi pintu masuk bagi dunia pendidikan tinggi dalam memanfaatkan transformasi digital di dunia pendidikan.
"Kami juga meluncurkan Modul OBE, untuk memfasilitasi keharusan kampus memanfaatkan teknologi secara mudah, terdigitalisasi, dan terintegrasi, terlebih, pengguna SEVIMA Platform sudah lebih dari 950 kampus se-Indonesia dengan total 3 juta mahasiswa dan dosen di dalamnya," tutupnya.