Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA – Hepatitis akut yang tengah melanda dunia masih terus dicari tahu penyebabnya. Sejumlah hipotesis muncul perihal darimana asal penyakit ini.
Hal tersebut dikemukakakan dalam diskusi virtual webinar “Infeksi Emerging: Hepatitis Akut Berat yang Belum Diketahui Penyebabnya” yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI–RSCM).
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga merupakan Dokter Spesialis Anak Sub Spesialis Gastro-Hepatologi FKUI–RSCM Hanifah Oswari menuturkan, para ilmuwan menyebutkan enam hipotesis penyebab penyakit hepatitis akut.
Pertama, akibat jarang terpapar Adenovirus saat pandemi. Kedua, akibat mutasi Adenovirus varian baru. Ketiga, merupakan sindrom post-infeksi SARS-CoV-2. Keempat, akibat paparan obat/lingkungan. Kelima, adanya patogen baru. Keenam, disebabkan varian baru SARS-CoV-2.
Dengan mengacu pada data WHO, Hanifah menyampaikan, saat ini belum diketahui cara untuk memastikan pasien yang mengidap penyakit hepatitis akut. Meski begitu, ada fase-fase yang dapat dikenali sebagai gejala penyakit ini.
“Pada fase awal, penderita merasakan diare, mual-muntah, demam, dan masalah pernapasan. Ketika memasuki fase lanjutan, terjadi perubahan warna kekuningan pada kulit atau mata. Penderita mengalami buang air kecil pekat atau buang air besar berwarna pucat, juga mengalami kejang. Pada fase terakhir, penderita kehilangan kesadaran,” ujar Hanifah dalam siaran pers Biro Humas dan KIP Universitas Indonesia yang dikirimkan kepada redaksi Eduwara.com, Senin (23/5/2022).
Lebih lanjut dipaparkan Hanifah, terdapat Adenovirus tipe 41 dalam darah para suspek. Virus ini dan SARS-CoV-2 diperkirakan sebagai salah satu penyebab paling mungkin hepatitis akut.
Adenovirus merupakan virus yang biasa ditemukan dalam kasus muntah dan diare, tetapi tidak diketahui jika dapat menyebabkan hepatitis.
Sementara itu, Spesialis Mikrobiologi FKUI Budiman Bela menuturkan, perlu dilakukan pemeriksaan kemungkinan penyebab penyakit sesuai gejala klinis yang ditemukan. Budian menegaskan tidak ada korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus hepatitis akut.
Mayoritas pasien berusia 3–5 tahun dan kebanyakan dari mereka tidak menerima vaksin Covid-19. Terlebih, Adenovirus yang dikaitkan dengan sebagian besar kasus adalah Adenovirus Tipe 41 sehingga berbeda dengan yang digunakan dalam beberapa vaksin Covid-19. Oleh karena itu, tidak terbukti adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus hepatitis akut.
Lebih lanjut dipaparkan Budiman, hepatitis akut dapat menular melalui mulut dari benda, makanan, atau minuman yang terkontaminasi kotoran orang yang terinfeksi virus serta saluran pernapasan. Budiman menyarankan kepada fasilitas pelayanan kesehatan agar menggunakan standar pencegahan dan pengendalian infeksi, terutama pada semua staf yang terlibat.
“Akan lebih baik jika anak dirawat dalam kamar yang memiliki kamar mandi dan toilet khusus. Tetap harus menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Selain itu, pastikan makanan dan minuman tidak tercemar,” kata Budiman.
Diketahui terdapat tiga aspek pemicu terjadinya penyakit, yaitu penderita, penyebab, dan lingkungan. Faktor dari penderita meliputi pengetahuan dan perilaku, kebersihan diri, imunitas dan nutrisi tubuh, serta riwayat infeksi dan vaksinasi. Faktor penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit memengaruhi faktor penderita.
Sementara itu, faktor lingkungan dapat berupa kontak kasus, wilayah, sanitasi, sarana air bersih, dan pengolahan makanan. Terkait faktor lingkungan, kebijakan tiap negara memiliki andil besar dalam menciptakan lingkungan yang sehat.
Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Retno Asti Werdhani menyarankan agar orang tua mengajarkan kebiasaan hidup sehat kepada anaknya. Kebiasaan ini meliputi cara mencuci tangan dengan benar, oral hygiene, toilet hygiene, serta cara membersihkan badan dan menggunting kuku. Teknik mencuci makanan, kebiasaan memakai pakaian bersih, serta tidur di tempat yang bersih juga perlu diajarkan kepada anak.
“ Jangan lupa mengajarkan etika bersin dan batuk, serta budaya berbenah. Di rumah dan sekolah, kebersihan lingkungan dan sanitasi penting untuk dijaga,” papar Asti.