Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta melalui berbagai riset, kajian dan artikel yang dihasilkan akademisinya berkeinginan memberi sumbangan pada dunia penyiaran agar lebih baik dan bermutu.
Dalam 'Konfrensi Penyiaran Indonesia' yang diselenggarakan selama lima hari, mulai Sabtu-Rabu (21-25/5/2022), UIN Suka bakal memberikan sudut pandang dan masukan akademis pada kondisi penyiaran.
Rektor UIN Suka Al Makin menyebut saat ini jurang antara pemerintah, dunia penyiaran dan perguruan tinggi sangat terbentang luas. Melalui seminar ini, pihaknya ingin menghubungkan ketika pemangku kepentingan dunia penyiaran di satu meja.
"Saat ini dunia penyiaran kita, khususnya pada acara-acara religi sedang tidak baik-baik saja. Secara keseluruhan dunia penyiaran membutuhkan refleksi dan perenungan mendalam bagaimana memunculkan acara-acara, tidak hanya religi, disajikan lebih baik," katanya di UIN, Minggu (22/5/2022) siang.
Tidak hanya itu, dibandingkan dengan dunia penyiaran di berbagai negara maju lainnya seperti Inggris, Jerman dan Perancis, dunia penyiaran Indonesia kalah terutama dalam hal penyiaran yang memuat pendidikan.
Makin menyebut provider dunia penyiaran di negara maju tersebut mampu mengedukasi masyarakat tentang berbagai hal di sekitarnya dengan tayangan yang dikemas menarik dan detail.
Sebenarnya Indonesia tidak kalah, bahkan dengan keberagaman kuliner, kebudayaan dan berbagai halnya, kalau mau dikemas menarik akan mendidik masyarakat.
"Ada 17.000 lebih pulau yang bisa menjadi bahan peningkatan mutu siaran. Karena itulah lima hari para akademisi akan memaparkan berbagai kendala dan masukkan, terlebih menjelang pesta politik. Bagaimana dunia penyiaran Indonesia menjadi milik publik. Ada sembilan materi yang nanti dipaparkan," katanya.
Digitalisasi Penyiaran
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid senada dengan Al Makin. Baginya, meskipun tidak semua, namun tayangan religi khususnya sinetron banyak tidak mencerdaskan dan perlu pembenahan.
"Saya rasa ini bukanlah hal yang buruk, namun menjadi masukan bagi industri pertelevisian kita. Kesediaan UIN Suka patut kita apresiasi, karena pengawasan yang dilakukan akademis penting demi dunia penyiaran yang mampu membentuk karakter dan budaya bangsa," katanya.
Pandangan akademisi, menurut Meutia, juga penting dalam menyambut digitalisasi penyiaran pada November ini. Sudut pandang dari akademisi diharapkan akan mampu menghadirkan lebih banyak konten yang nantinya akan melahirkan demokratisasi.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis melihat keterlibatan akademisi, periset maupun peneliti dalam kajian dunia penyiaran akan menjadi bahan bagi provider untuk menghadirkan tayangan bermutu.
"Konfrensi selama lima hari ini akan menjadi konektifitas dalam membangun ekosistem penyiarannya. Nanti kita akan berkombinasi untuk menghasilkan sesuatu yang tepat dan mudah diadaptasi oleh pelaku dunia penyiaran," jelasnya.