Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, KARANGANYAR – Indonesia telah mengalami dinamika-dinamika peradaban yang menjadikan sejarah dan kebudayaan bangsa yang sangat beragam, mulai dari masa prasejarah, masa kerajaan, kemerdekaan, bahkan hingga sekarang ini. Masa prasejarah menjadi titik awal bagaimana dinamika kebudayaan Indonesia.
Banyak sekali temuan-temuan berupa artefak maupun kawasan-kawasan prasejarah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Pameran Kampung Purba yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Senin-Sabtu (12-24/9/2022) setidaknya memberikan gambaran keragaman dan dinamika tersebut.
Pameran yang digelar di De Tjolomadoe, Colomadu, Karanganyar itu diikuti oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Museum Geologi Bandung, Balai Konservasi Borobudur, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jogja, serta seluruh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) seluruh Indonesia.
Edukator Pameran, Muhammad Mujiburrohman menuturkan pameran itu mengusung tema Jejak Peradaban Prasejarah di Nusantara.
“Jadi di sini menampilkan koleksi mulai dari masa prasejarah tertua, salah satunya dari Sangiran. Kemudian ada yang dari Sulawesi Selatan, Aceh, Flores, hingga koleksi fosil yang disimpan di Museum Geologi Bandung dan Museum Nasional,” ujar Mujiburrohman kepada Eduwara.com, Senin (19/9/2022), di sela-sela pameran berlangsung.
Konsep pameran, sambung dia, menempatkan manusia purba sebagai subjek yang tengah menceritakan peradaban yang dilaluinya dari dari masa yang lebih tua ke masa yang lebih muda. Pembagian peradaban dikelompokkan dengan istilah kampung atau dukuh, misalnya Dukuh Batu Besar, Kampung Kubur, Dukuh Pande Besi, dan Dukuh Gerabah.
“Kampung atau dukuh di sini menunjukkan peradaban dari manusia prasejarah. Jadi manusia prasejarah ini menceritakan dari periodisasi dari yang lebih tua menuju masa sebelum manusia di nusantara, sebelum mengenal tulisan,” ungkap dia yang juga Pamong Budaya BPSMP Sangiran itu.
Koleksi Masterpiece
Dari beragam koleksi yang ada, terdapat beberapa koleksi yang masterpiece, yakni patung Homo Florensiensis atau manusia Flores dan mumi manusia dari Mamasa. Selain itu juga ada beberapa koleksi asli yang dibawa dari berbagai museum yang mengikuti pameran tersebut, misalnya kerangka Gajah Purba Stegodon.
Melalui pameran itu dia berharap masyarakat lebih mengetaui tentang peradaban beserta hasil-hasil budaya manusia prasejarah. Sehingga bisa menimbulkan kenginan untuk mengenal dan paling penting adalah keinginan untuk melestarikan dan juga menyampaikan kepada generasi penerus.
Salah seorang pengunjung, Diah Utami mengatakan pameran itu menjadi pengenalan dini untuk mengenalkan anaknya terkait dunia prasejarah.
“Mereka kan juga belum dapat pelajaran tentang prasejarah, jadi pengenalan dini saja,” ujar dia.
Diah memang sudah tertarik dengan salah satu museum yang menampilkan koleksi di pameran itu, yakni Museum Sangiran namun belum berkesempatan untuk berkunjung. Pameran itu menjadi kesempatan yang bagus baginya untuk mengetahui Museum Sangiran secara umum.
Sementara itu, pengunjung yang lain, Fani Permatasari mengaku ketika memasuki area pameran seperti mengenang kembali masa SMA sewaktu kelas X, yaitu kali pertama dikenalkan dengan sejarah mengenai manusia purba.
“Ketika SMP kan masih global. Jadi seperti mengenang masa lalu juga mengenalkan kepada anak-anak mengenai bentuk-bentuknya. Kalau yang dipelajari di SMA kan lengkap, sayangnya di sini contoh-contohnya hanya satu,” kata Fani.
Dia berharap, pameran tidak hanya diadakan sekali saja, namun bisa berlanjut. Selain itu, koleksi-koleksi yang ditampilkan lebih lengkap mengingat pameran tersebut menjadi salah satu sarana belajar anak. (K. Setia Widodo)