logo

Gagasan

Jelang Pemilu, Politisi Ingin Perguruan Tinggi Jawab Tantangan Demokrasi

28 Februari, 2023 22:03 WIB
Jelang Pemilu, Politisi Ingin Perguruan Tinggi Jawab Tantangan Demokrasi
Anggota MPR RI asal DIY Hilmy Muhammad, melihat perguruan tinggi gamang masuk kedalam dunia politik karena takut dianggap partisan dan tidak independen (EDUWARA/Dok. Pribadi)

Eduwara.com, JOGJA – Sebagai kawah candradimuka lahirnya calon pemimpin-pemimpin terbaik bangsa, perguruan tinggi dinilai politikus gamang masuk ke dalam dunia politik karena takut dianggap partisan dan tidak independen. Padahal peran perguruan tinggi dinilai penting dalam menjawab tantangan demokrasi sekarang ini.

Pandangan ini disampaikan anggota MPR RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Hilmy Muhammad, dalam Seminar Kebangsaan 'Penguatan Kontribusi dalam Pembangunan Demokrasi Pasca-Tri Dharma Perguruan Tinggi' di Gedung DPD RI Yogyakarta, Selasa (28/2/2023).

"Saat ini tantangan terbesar dari demokrasi di Indonesia adalah pendominasian politik transaksional dan maraknya penyebaran informasi hoaks," kata Hilmy Muhammad pada awal pembicaraan.

Padahal dengan kondisi akhir kualitas kepemimpinan ditentukan proses pemilihan maka pada setiap pelaksanaan Pemilu, pemilih harus selalu lebih cermat dalam melihat rekam jejak dan pengkaderan calon pemimpin.

Sebagai kawah candradimuka calon pemimpin bangsa, perguruan tinggi terlihat sering gamang terlibat dalam wilayah politik karena khawatir dianggap partisan dan tidak independen.

"Padahal, peran perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam rangka meng-counter tantangan demokrasi hari ini," ujar Hilmy.

Peran Perguruan Tinggi

Salah satu peran pentingnya yaitu pada sisi kontrol sosial. Peran pertama sebagai pengawas dan pemantau pemilu di mana perguruan tinggi berfungsi sebagai penjaga etika dan sistem nilai yang sangat dibutuhkan agar proses demokrasi tidak tercederai.

Peran kedua sebagai fasilitator dengan mengeluarkan sikap jangan apatis dan anti-politik oleh perguruan tinggi.

"Momentum 2024 dapat dimanfaatkan kampus untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat agar tidak terlibat dalam berbagai bentuk kecurangan, memilih calon yang berkualitas, memberi pemahaman soal-soal kelembagaan yang akan dihasilkan oleh pemilu, baik melalui seminar, maupun kampanye," ujarnya.

Sedangkan dalam peran ketiga, perguruan tinggi sebagai advokasi pembela hak-hak rakyat ketika terjadi proses pelanggaran hak-hak masyarakat. Kampus bisa membuka posko pengaduan pemilu.

Kemudian peran keempat sebagai edukator. Dengan tingkat pendidikan masyarakat kita yang belum sepenuhnya melek politik, pendidikan politik bagi masyarakat sebenarnya bisa diambil oleh kampus, yaitu dengan mendorong partisipasi pemilih pemula, di samping meningkatkan partisipasi politik.

 "Peran sosial ini tidak hanya menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, tetapi juga siapa saja yang pernah terlibat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma ini semestinya tidak lepas dari seorang mahasiswa ketika ia lulus, tetapi justru semakin kuat dengan menjadikan Tri Dharma sebagai pijakan dalam berkarya secara nyata di masyarakat," kata Hilmy yang menjabat Katib Syuriah Pengurus Besar Nadlatul Ulama tersebut.

Kasta Tertinggi

Ketua Umum Ikatan Alumni UPN Veteran (IA-UPNV) Yogyakarta Zahrul Azhar A mengatakan alumni perguruan tinggi memiliki kasta tertinggi dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

 "Sebagai pemilik kasta tertinggi, para alumni perguruan tinggi semestinya menjadi subjek dalam demokrasi kita. Di antara jalannya adalah terlibat dalam politik. Tetapi perlu ditekankan bahwa politik ini sebagai alat, sebagai wasilah, sementara tujuannya adalah kemanusiaan," ujar Wakil Rektor Bidang Pengembangan dan Kerja Sama Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang ini.

Rektor UPNV Yogyakarta Irhas Effendi, menekankan kesadaran pemilih terhadap calon yang dipilihnya. Setiap pemilih, menurutnya, harus tahu visi dan misi para calon pemimpin.

 "Faktor utama dalam kepemimpinan kita justru terletak pada pemilihnya. Jangan sampai kalah dengan berbagai iming-iming tanpa melihat visi dan misi calon yang kita pilih," ucap Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Bisnis tersebut.

Read Next