logo

Sekolah Kita

Komunitas GSM Narasikan Pendidikan yang Memanusiakan Manusia

Komunitas GSM Narasikan Pendidikan yang Memanusiakan Manusia
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menggelar workshop bagi guru-guru di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 18-21 Desember lalu. Berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan di berbagai daerah di Indonesia, pelatihan pendidikan ini berfokus pada perubahan mindset dan kesadaran diri kepada guru dan kepala sekolah, untuk menyebarluaskan jiwa pendidikan berkemanusiaan di Indonesia. (EDUWARA/Dok. GSM)
Setyono, Sekolah Kita03 Januari, 2024 17:07 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Berpegang pada konsen pendidikan yang menyimpan kekosongan dan memanggil untuk diisi dengan pengalaman, cinta kasih, dan dialog untuk membangun peradaban di Indonesia, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menarasikan pendidikan yang memanusiakan manusia.

Berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan, disebutkan bahwa skema perubahan pendidikan dimulai oleh guru-guru di banyak daerah di Indonesia. Dalam hal ini, salah satunya dilakukan dengan Dinas Pendidikan Wonosobo, Jawa Tengah melalui workshop pada 18-21 Desember lalu.

Founder GSM, Muhammad Nur Rizal, dalam rilis Rabu (3/12/2024), mengatakan GSM sepenuhnya bergerak dalam menyebarluaskan jiwa pendidikan berkemanusiaan di Indonesia. Konsep ini ditularkan melalui pelatihan pendidikan yang berfokus pada perubahan mindset dan kesadaran diri kepada guru dan kepala sekolah.

“Narasi pendidikan yang memanusiakan manusia, pendidikan dianggap sebagai perjalanan membangun peradaban yang membutuhkan waktu dan perjalanan panjang. Mengejar kompetisi dalam pendidikan justru akan melahirkan rasa frustasi dan kehilangan sumber daya untuk bertahan. Karena, tidak ada kemenangan dan kekalahan dalam dunia pendidikan,” terangnya.

Finite dan Infinite

Rizal menjelaskan konsep permainan finite dan infinite dapat dikaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia. Permainan finite memiliki akhir yang terbatas, aturan dan tujuan permainan untuk memenangkan sesuatu dan pemainnya juga jelas.

Sedangkan permainan infinite tidak memiliki aturan baku, pemainnya datang silih berganti, yang dilawan pun juga tidak jelas siapa dan memiliki perspektif jangka panjang.

“Sejatinya, dunia pendidikan adalah permainan infinite. Pendidikan telah berlangsung selama berabad-abad, dengan guru dan siswa yang silih berganti. Namun, saat ini mindset yang kita miliki masih terpaku pada permainan finite sehingga kita terobsesi untuk menjadi yang terbaik dalam berbagai hal di dunia pendidikan seperti kompetisi nilai, mengejar karir, sehingga terjebak dalam suasana formalisme dan urusan administratif,” ujarnya.

Dikatakan Rizal, medan pendidikan yang infinite diperlakukan dengan finite berakibat pemain bermain untuk menang, padahal tidak ada aturan kemenangan yang pasti dalam permainan. Hal itulah yang sekarang dialami pada guru Indonesia saat ini.

Rizal memberikan langkah-langkah konkrit agar menjadi pemain infinite dalam konteks pendidikan. Pertama, penting membangun tujuan mulia yang visi dan semangatnya lebih besar dari diri sendiri, agar dapat menggerakkan orang lain dalam mendukung tujuan tersebut.

Kedua, temukan inspirasi yang dapat mendorong perbaikan daripada kompetisi. Ketiga, membangun komunitas atau tim yang saling percaya akan menciptakan ekosistem agar anggotanya berkembang secara alami dan menjadi versi terbaik bagi mereka.

Selain di di Wonosobo, pelatihan ini juga diselenggarakan di seluruh Jawa Tengah, Tangerang, Tangerang Selatan, dan bahkan sampai ke Kalimantan seperti daerah Bontang, Katingan, dan Palangkaraya. Lebih dari 6.000 guru penggerak yang akan diwisuda mendapatkan pemahaman pendidikan yang memanusiakan manusia. 

Read Next