Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA.com – Diwisuda sebagai Sarjana Ilmu Politik (SIP) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), Sugianto bangga telah menjadi sarjana ke-100 di desanya Srumbung, Kabupaten Magelang.
"Saya menjadi sarjana ke-100 di dusun pertama di bawah puncak Merapi," kata dia saat mengikuti Yudisium dan Pelepasan Sarjana Baru dari Fisipol UWMY, pada Kamis (24/2/2022).
Lelaki yang tinggal di Dusun Banyuadem ini bercerita, pada awalnya dia tidak berniat kuliah. Dia tahu tentang UWMY saat sedang mencari informasi untuk keponakannya yang akan kuliah.
"Namun keponakan saya tidak tertarik kuliah di sini. Malah saya yang tertarik mendaftar pada dua hari menjelang penutupan pendaftaran," katanya.
Berprofesi sebagai perangkat desa, Sugianto dinyatakan masuk dalam sebelas besar lulusan terbaik Fisipol UWM Yogyakarta dengan IPK 3,81. Acara Yudisium dan Pelepasan Sarjana Baru tersebut dipimpin Dekan Fisipol UWM As Martadani Noor dan dihadiri Wakil Rektor I UWM Jumadi.
Dengan gelar sarjananya, Sugianto berkeinginan memajukan desanya dari sisi sumber daya manusia (SDM). Dia ingin generasi muda di desa berpendidikan tinggi. Alasannya, selain memiliki alam subur, desanya merupakan penghasil salak pondoh dengan luasan 167 hektar. Tidak hanya itu, omzet produksi gula kelapa mencapai miliaran dalam setahun.
"Masalah di desa saya menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebagian besar lulusan SMA atau di bawahnya. Aparat desa pendidikan tertinggi SMA. Karena itu, SDM yang berkualitas belum mencukupi," paparnya.
Dengan gelar Sarjana Administrasi Publik yang disandangnya, dia berharap bisa mengabdi sebagai aparat desa yang memiliki kualifikasi baik, sesuai gelar kesarjanaannya.
Semangat Belajar Anak Desa
Dekan Fisipol UWMY As Martadani Noor bangga atas perjuangan Sugianto. Dengan latar belakang sebagai mahasiswa dari desa, sosok Sugianto mengingatkan perjalanan pendidikan yang dialaminya.
"Saya sendiri dari desa. Mengenal sepatu saat mau lulus Sekolah Dasar, dan itu memasang sepatunya terbalik karena saya tidak pernah memakai sepatu selama sekolah sebelumnya," ujarnya.
Baginya sebagai anak desa, tidak perlu berkecil hati atau minder untuk mencapai pendidikan tertinggi karena soal kecerdasan dan semangat belajar anak desa bisa saja lebih baik.
"Saya kuliah Strata satu (S1) sampai S3 selalu mendapat beasiswa," ujar Martadani yang menempuh pendidikan Sarjana di Fisipol UWMY dan lulus 1991, lalu Master/S2 dari Andhra University dan S3 dari Universitas Sebelas Maret.
Menurutnya, sebagai sarjana harus memiliki pemikiran yang menjadi pemecah masalah, menghadirkan pemikiran alternatif. Karena berbeda, biasanya dicibir karena dinilai negatif.
Dia menegaskan, para mahasiswa yang baru lulus dan menyandang gelar kesarjanaannya menghadapi dunia nyata di tengah masyarakat, bagaimana berkiprah di dalamnya dan mendapat respon positif, itu tantangan.
Wakil Rektor I Jumadi menambahkan, sarjana perlu memahami peran yang ideal di masyarakat, yaitu berpikir kritis atau alternatif atau pemecah masalah, kreatif dan inovatif, empati kepada orang lain, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, baik komunikasi personal maupun komunikasi online.