Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menegaskan pendidikan tidak hanya memperbaiki kualitas individu melainkan juga kualitas masyarakat. Ketidakhadiran pendidikan berdampak hadirnya kemiskinan dan munculnya ketidaksetaraan gender sehingga peradaban mengalami kemunduran hingga satu generasi.
Pernyataan ini disampaikan Retno saat menjadi pembicara kunci dalam 'Tasyakur Milad ke-105 Aisyiyah' yang diselenggarakan Kamis (19/5/2022) di Universitas 'Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.
"Ilmu pengetahuan dan pendidikan menjadi awal terciptanya suatu bangsa yang beradab. Keduanya menjadi kunci pembuka cakrawala bagi perempuan dalam berbagai bidang," terangnya.
Dalam pandangannya, saat ini berbagai permasalahan dunia membawa dampak besar bagi perempuan dan anak. Kemiskinan dan kesetaraan gender menjadi aspek paling terdampak.
"Pada 2020 saja setidaknya terdapat 100 juta orang baru yang turun ke bawah garis kemiskinan, pemenuhan hak-hak perempuan juga mengalami kemunduran hingga satu generasi," ungkap Retno.
Dalam laporan WEF terkait kesenjangan gender global untuk 2021 terdapat data yang cukup mencengangkan. Dilaporkan, diperlukan waktu 135,6 tahun untuk menutup kesenjangan gender dunia. Sedangkan di bidang politik, perlu 145,5 tahun mencapai kesetaraan gender.
Bahkan dalam partisipasi ekonomi diperlukan 267,6 tahun untuk mengakhiri kesenjangan gender.
"Di semua krisis yang terjadi, perempuan selalu menjadi kelompok yang paling rentan terdampak," tegasnya.
Agen Perubahan dan Pembangunan
Di Indonesia, perempuan adalah agen perubahan dan agen pembangunan. Sebanyak 53.7 persen dari UMKM nasional dimiliki perempuan dan 97 karyawannya adalah perempuan. Demikian juga dengan sektor kesehatan di mana 70 persen tenaganya adalah kaum perempuan.
"Data-data tersebut semakin menguatkan peran penting perempuan sebagai agen perubahan dan pembangunan. Perempuan juga dapat menjadi agen perdamaian dan toleransi," tegasnya.
Retno mengapresiasi komitmen Aisyiyah yang terus memajukan peran perempuan lewat berbagai pendidikan formal maupun informal. Komitmen Aisyiyah sangat berarti dalam memajukan peran perempuan, termasuk juga meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, mengajak segenap warga 'Aisyiyah untuk dapat merefleksikan setiap kerja-kerja dakwah yang telah dilakukan selama ini.
"Aisyiyah di abad kedua ini dihadapkan pada tantangan dan permasalahan yang semakin kompleks, termasuk permasalahan dampak pandemi Covid-19 dalam berbagai aspek kehidupan," jelasnya.
Dakwah-dakwah 'Aisyiyah juga dituntut untuk diperluas di tingkat jamaah atau komunitas masyarakat Indonesia yang berbeda-beda. Ini sebagai upaya mewujudkan sikap saling membantu, saling menolong, saling mengingatkan, dan bekerjasama dalam perbedaan untuk meraih kemajuan hidup bersama.