logo

Kampus

Pemetaan Kawasan Merapi, UGM Dapati 12 Jenis Hewan Endemik

Pemetaan Kawasan Merapi, UGM Dapati 12 Jenis Hewan Endemik
Mahasiswa program studi doktor Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan UGM, Nurpana Sulaksono dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Senin (13/3/2023). Disertasinya berjudul ‘Respon Mamalia Darat Ukuran Sedang-Besar pada Berbagai Tipe Gangguan di Lanskap Taman Nasional Gunung Merapi'. (EDUWARA/Dok. UGM)
Setyono, Kampus14 Maret, 2023 23:57 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa program studi doktor Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurpana Sulaksono, terdata 12 jenis hewan mamalia berukuran besar hingga sedang di area Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Ke-12 jenis hewan yang terdata terdiri atas monyet, kijang, landak, garangan, lutung, babi hutan, trenggiling, kucing hutan, lutung, biul, rase, dan tupai terbang.

"Menggunakan puluhan kamera jebakan, diketahui ada 12 jenis mamalia, 10 di antaranya jenis mamalia darat. Yang paling banyak adalah monyet ekor panjang, kijang, landak dan luwak," kata Nurpana Sulaksono dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Senin (13/3/2023). 

Disertasi Nurpana Sulaksono berjudul ‘Respon Mamalia Darat Ukuran Sedang-Besar pada Berbagai Tipe Gangguan di Lanskap Taman Nasional Gunung Merapi'. 

Melalui rilisnya, Nurpana menjelaskan mamalia dengan ukuran sedang dan besar seperti monyet dan lutung atau kijang cenderung menghindar dan menjauhi area yang dekat dengan gangguan, baik pemukiman maupun penambangan.

"Satwa itu cenderung berada di area tutupan rapat dan menjauh dari area pemukiman dan penambangan serta suka pada lahan yang agak tinggi," jelasnya.

Soal ketersediaan habitat populasi mamalia di TNGM sekarang ini, Nurpana menyebutkan habitat paling luas dimiliki oleh kucing hutan yang menempati area seluas 5.000 hektar, baik di dalam maupun luar TNGM, diikuti luwak di area seluas 4.700 hektar, dan kijang menempati area 3.000 hektar, baik di luar maupun di dalam kawasan TNGM.

"Namun demikian, kondisi habitat kijang saat ini terjadi fragmentasi akibat erupsi dan adanya aktivitas pemukiman penduduk. Lokasi habitat tersebut berada di utara dan selatan gunung Merapi. Antara wilayah utara dan selatan ini terputus sehingga memberikan dampak pada pelestarian area, yang seharusnya populasinya bisa terhubung," paparnya.

Pengamanan Kawasan

Nurpana menjelaskan gangguan habitat yang paling tinggi terjadi pada habitat yang terdampak akibat gangguan aktivitas penambangan. Habitat dengan tingkat gangguan tinggi cenderung direspon dengan kekayaan jenis dan keragaman jenis mamalia yang rendah.

Pada habitat yang tidak terganggu justru cenderung memiliki kekayaan tinggi namun memiliki tingkat keragaman mamalia paling rendah akibat adanya dominasi beberapa jenis satwa tertentu.

Dari hasil penelitian ini, Nurpana menyampaikan rekomendasi dilakukannya pengukuran kondisi mamalia secara aktif dan kontinyu untuk mengetahui dinamika dan perkembangan jumlah populasi dan habitatnya. Selain itu, diperlukan pengaturan waktu aktivitas pengambilan rumput oleh masyarakat.

"Pengaturan dilakukan untuk mencegah gangguan tidak melebihi ambang batas toleran yang dapat memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap satwa liar, khususnya mamalia," ujarnya.

Namun yang tidak kalah lebih penting, ujar Nurpana, perlu pengamanan kawasan untuk mencegah aksi perburuan, melakukan pengaturan dan penertiban terhadap aktivitas penggalian batu dan pasir untuk mencegah terjadinya fragmentasi habitat.

"Pengambilan material batu dan pasir yang tidak terkendali bisa menyebabkan terputusnya konektivitas antar habitat," pungkasnya.

Read Next