
Bagikan:

Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Proyek penyelamatan warisan tulisan yang digagas Komunitas Jangkah Nusantara berhasil menyelamatkan dan mendigitalkan 47.000 manuskrip terkait sejarah Keraton Ngayogyakarta.
Selama setahun penuh, sejak November 2024 hingga November 2025, inisiatif ini sukses mengumpulkan naskah-naskah berharga dari 155 koleksi pribadi masyarakat di Kota Yogyakarta, Sleman, Gunungkidul, dan Bantul.
Ketua Komunitas Jangkah Nusantara, Muh Bagus Febriyanto, menjelaskan bahwa proyek ini bertajuk ‘Rescuing the written past: a digitising and periodic preservation initiative for endangered manuscripts in private collections beyond Yogyakarta's palaces (EAP1628)’.
Proyek penyelamatan warisan tulisan ini terlaksana berkat dukungan dari Endangered Archives Programme (EAP) yang dihelat oleh Arcadia dan British Library, London.
"Di lapangan, kami menemukan banyak manuskrip yang disimpan oleh masyarakat juga ditulis oleh tokoh-tokoh lokal dan memberikan wawasan sejarah intelektual yang mendalam di wilayah Yogyakarta. Sayangnya, sebagian sudah rentan, ada yang patah, bahkan hancur tidak bisa terbaca," ungkap Bagus, yang juga Dosen Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Minggu (9/11/2025).
Dalam pelaksanaannya, Komunitas Jangkah menggandeng berbagai pihak, termasuk Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DIY.
Konservasi
Sebelum proses digitalisasi, kata Bagus, tim melakukan upaya konservasi preventif, seperti pembersihan debu, kontrol kelembapan, dan penyediaan kotak bebas asam untuk menjaga keawetan naskah fisik.
Manuskrip yang berhasil diselamatkan memuat beragam teks, dari wacana keagamaan, sejarah, sastra, hingga seni tradisional, beberapa di antaranya dihiasi gambar iluminasi yang indah.
"Kami berharap hasil digitalisasi ini dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat. Manuskrip tersebut kini dapat diakses secara digital di laman https://eap.bl.uk/project/EAP1628," tambahnya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, Syam Arjayanti, mengapresiasi program ini sebagai kerja kebudayaan yang melahirkan inovasi dalam merawat nilai dan martabat budaya luhur.
"Buku atau manuskrip fisik yang dipinjam berkali-kali akan cepat menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu, perlu adanya versi digital biar awet," terangnya.
Dosen Program Studi Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zakariya Pamuji Aminullah, menekankan bahwa digitalisasi manuskrip bukan sekadar proyek teknis.
"Pelestarian manuskrip bukan hanya soal menjaga kertas, tetapi menjaga ingatan kolektif dan identitas. Namun bagaimanapun komunitas dan pemilik manuskrip harus menjadi subjek aktif dalam pelestarian warisan budaya ini,” pungkasnya.