logo

Kampus

Aptisi Mendorong PTS DIY Ambil Peran dalam Penanganan 'Klitih'

Aptisi Mendorong PTS DIY Ambil Peran dalam Penanganan 'Klitih'
Suasana diskusi publik tentang penanganan kejahatan jalanan atau klitih yang diselenggarakan Aptisi Wil V DIY, pada Senin (18/4/2022) petang. PTS di DIY didorong mengambil peran dan menjadi aktor dalam penanganan klitih. (EDUWARA/Dok. APTISI)
Setyono, Kampus19 April, 2022 03:28 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Ketua Assosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta Fathul Wahid mendorong perguruan tinggi swasta (PTS) mengambil peran penting dalam penanganan kejahatan jalanan atau lebih dikenal dengan istilah 'klitih'.

Hal ini disampaikan Fathul saat membuka diskusi publik bertema 'Yogyakarta Kota Pelajar: Merumuskan Solusi Kejahatan Jalanan Remaja' pada Senin (18/4/2022) di Kampus STIPRAM.

"Kejahatan jalanan remaja ini adalah permasalahan yang serius, dan Aptisi sebagai perwakilan institusi pendidikan tinggi di Yogyakarta berupaya mendorong solusi yang operatif yang bisa dijalankan oleh berbagai aktor, tidak terkecuali oleh akademisi dan pengelola PTS," kata Fathul dalam rilis yang terima Selasa (19/4/2022).

APTISI memandang setiap elemen masyarakat berkontribusi dan berupaya dalam penanganan kasus kejahatan jalanan remaja yang terjadi.

Lewat diskusi ini, Fathul menyebut terdapat beberapa perspektif penting yang perlu dikaji untuk dapat merumuskan solusi yang tepat dan berkelanjutan.

"Antara lain perspektif psikologis, sosial, keamanan, dan kepemerintahan, demi menciptakan lingkungan masyarakat Yogyakarta yang terbebas dari tindak kriminal, serta mengembalikan identitas Yogyakarta sebagai kota pelajar yang aman," lanjutnya.

Menghadirkan empat narasumber, diskusi yang digelar tatap muka dan online ini menghadirkan benang merah bahwa kehadiran 'klitih' didominasi ketidakhadiran keluarga dan kurang hadirnya ruang publik sebagai wadah berekspresi.

Narasumber pertama, Kepala Dinas Sosial DIY Endang Patmintarsih, menyebut hampir 98 persen penyebab kenakalan remaja berasal dari kondisi keluarga yang tidak ideal seperti orang tua berpisah, kurang memperhatikan anak, atau bekerja di luar kota dan jarang bertemu anak.

"Sehingga dalam melakukan penangkalan, pencegahan, dan penegakan hukum atas fenomena ini, diperlukan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat dan kolaborasi multi-sektor," paparnya.

Geng Sekolah

Sosiolog sekaligus Wakil Rektor III Universitas Widya Mataram Puji Qomariyah, melihat bahwa pemerintah daerah seharusnya menyediakan ruang publik sebagai ruang berekspresi, pengembalian fungsi sosial keluarga, serta peran institusi pendidikan membangun karakter dan menanamkan nilai budaya.

Sementara, dosen psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Jatu Anggraeni, memandang motivasi pelaku kejahatan jalanan remaja perlu dilihat motivasinya yang dipengaruhi dorongan baik dari internal maupun kebutuhan dari eksternal.

"Karena keluarga yang membentuk superego anak, sehingga bisa membuat anak yang memiliki strategi coping yang baik, menjadi produktif, dan dapat berkontribusi kepada masyarakat," tegas Jatu.

Kepala Sub Direktorat Bhabinkamtibmas Polda DIY, AKBP Sinungwati menuturkan kekerasan yang awalnya berkembang dari geng sekolah namun terus berkembang dengan tingkat kejahatan yang semakin mengkhawatirkan.

"Kepolisian telah menjalankan program penangkalan, pencegahan, dan penegakan hukum untuk menghadapi permasalahan ini. Namun tetap memerlukan peranan seluruh pihak di masyarakat untuk tidak hanya menekan namun hingga menghilangkan permasalahan ini," imbuh Sinungwati.

Para narasumber juga sepakat istilah 'klitih' perlu dihentikan penggunaannya untuk mendeskripsikan kejahatan jalanan remaja, dan mengembalikan pemaknaan klitih ke arti aslinya, yaitu aktivitas seseorang atau sekelompok orang di luar rumah.

Mereka juga bersepakat kolaborasi perlu dilakukan seluruh elemen masyarakat untuk mengatasi permasalahan kejahatan jalanan remaja dan mengembalikan citra Yogyakarta sebagai kota pelajar.

Read Next