logo

EduBocil

Cakupan Imunasi Dasar AUD Turun Drastis, Pemerintah Kejar dengan BIAN

Cakupan Imunasi Dasar AUD Turun Drastis, Pemerintah Kejar dengan BIAN
Imunisasi dasar untuk anak usi adini (EDUWARA/Kementerian Kesehatan RI)
Redaksi, EduBocil30 Juni, 2022 03:58 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Selama dua tahun terakhir sejak 2020-2021 cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi dan khususnya anak usia 0 hinga 6 tahun mengalami penurunan drastis. 

Pada tahun 2020 target imunisasi sebanyak 92 persen, sementara cakupan yang dicapai 84 persen. Pada tahun 2021 imunisasi ditargetkan 93 persen namun cakupan yang dicapai 84 persen.

Penurunan cakupan imunisasi diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Ada sekitar lebih dari 1,7 juta bayi yang belum mendapatkan imunisasi dasar selama periode 2019-2021.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maxi Rein Rondonuwu mengatakan dampak dari penurunan cakupan tersebut terlihat dari peningkatan jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi atau PD3I dan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) seperti campak, rubela dan difteri di beberapa wilayah.

“Bila kekurangan cakupan imunisasi ini tidak dikejar maka akan terjadi peningkatan kasus yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemi,” kata Maxi Rein seperti dilansir Eduwara.com, Rabu (29/6/2022) dari laman resmi Kemenkes.

Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Soedjatmiko, mengatakan setiap tahun ada ancaman campak rubella dan difteri, sejak 2007 sampai 2022. Dia menyebut pada tahun 2021 ada 25 provinsi dengan kasus rubela meningkat.

Penyakit campak, sambung dia, berbahaya bagi bayi, balita, dan anak sekolah. Bukan sekadar demam, batuk, pilek, sesak, bintik merah tapi ada radang otak. Tahun 2012 sampai 2017 ada 571 bayi dengan kasus radang otak.

“Ada juga kasus radang paru atau pneumonia sejak 2012 sampai 2017 dengan jumlah 2.853 bayi dan anak yang mengalami radang paru akibat campak,” ucap dia.

Bulan Imunisasi Anak Nasional

Pemerintah akan mengejar cakupan imunisasi yang kurang itu dengan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Program tersebut terdiri atas dua kegiatan layanan imunisasi yakni layanan imunisasi tambahan berupa pemberian satu dosis imunisasi campak dan rubela tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.

Kemudian layanan imunisasi kejar, berupa pemberian satu atau lebih jenis imunisasi untuk melengkapi status imunisasi dasar maupun lanjutan bagi anak yang belum menerima dosis vaksin sesuai usia.

Maxi menambahkan, BIAN merupakan momen penting untuk menutup kesenjangan imunitas yang terjadi.

“Kita harus ingat kembali bahwa bila kesenjangan imunitas ini tidak segera kita tutup, maka akan terjadi peningkatan kasus dan KLB yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemic. Kita juga berpotensi gagal mencapai target eliminasi campak rubela pada tahun 2023 dan gagal mempertahankan Indonesia bebas polio yang telah dicapai sejak 2014,” tambah dia. 

Pelaksanaan BIAN dibagi atas dua tahap, tahap pertama diberikan bagi semua provinsi yang berada di luar Pulau Jawa dan Bali mulai Mei 2022. Imunisasi yang diberikan berupa imunisasi campak rubela untuk usia 9 sampai 15 tahun. 

Sementara untuk imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi polio oral (OPV), polio yang tidak aktif (IPV), serta Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia dan Meningitis karena infeksi kuman Hib (DPT-HB-Hib).

Tahap 2 akan dilaksanakan mulai Agustus 2022 di provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Untuk imunisasi campak rubella menyasar usia 9 sampai 59 bulan, dan imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.

Sampai saat ini sudah lebih dari 11 juta anak telah mendapatkan imunisasi campak rubela. Pada imunisasi kejar, untuk imunisasi tetes sudah sekitar 138 ribu anak, imunisasi polio suntik sekitar 140 ribu anak, dan imunisasi pentavalen hampir 160 ribu anak. (K. Setia Widodo/*)

Read Next