Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Jumlah peminat pendidikan vokasi semakin meningkat setiap tahun. Peningkatan ini menunjukkan terjadi pergeseran cara pandang masyarakat dalam melihat pendidikan vokasi.
Hal ini disampaikan Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) Yudi Darma saat mengisi acara ‘Inovokasia 2025’ di Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), beberapa waktu lalu.
“Ini yang perlu kita garis bawahi, ternyata minat masyarakat menempuh pendidikan vokasi sudah mulai meningkat. Artinya, peluang bagi masyarakat kita, terutama lulusan SMK, lulusan SMA, yang ingin berpartisipasi lebih cepat di masyarakat itu bisa melalui jalur vokasi," ungkap Yudi Darma, dilansir Kamis (25/9/2025).
Kondisi ini, menurut Yudi, memberi tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan vokasi. Tantangan pendidikan vokasi pada masa depan bukan hanya soal mencetak tenaga kerja terampil, tetapi juga bagaimana menemukan titik temu antara kreativitas dan keberlanjutan. Kreativitas dan keberlanjutan ini tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Ke depan, lanjut Yudi, pendidikan vokasi tidak cukup hanya menjadi penyedia tenaga kerja, melainkan harus menjadi sumber gagasan segar yang mampu mengarahkan industri tetap selaras dengan prinsip keberlanjutan.
"Kami memandang vokasi harus bergerak ke arah yang lebih reflektif, tidak hanya mengikuti kebutuhan industri, tetapi juga mengarahkan industri agar tetap sejalan dengan prinsip keberlanjutan," jelasnya.
Pada saat yang sama, Yudi juga menyoroti tingginya partisipasi pendidikan di Yogyakarta yang mencapai 75 persen lulusan SMA melanjutkan ke perguruan tinggi. Semua lulusan SMA itu tersalurkan ke universitas atau pendidikan tinggi seperti politeknik dan sekolah vokasi, dan itu susah untuk dikalahkan.
“Ini menunjukkan literasi keilmuan masyarakat sangat tinggi,” katanya.
Berdaya Saing
Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agus Maryono, menegaskan pentingnya peningkatan kualitas dan jumlah mahasiswa vokasi di Indonesia agar mampu bersaing secara global.
Bagi Agus, pola pikir dan pola kerja harus berjalan seimbang agar lulusan vokasi mampu menjawab tantangan nyata masyarakat.
“Indonesia perlu meningkatkan jumlah masyarakat yang memilih jalur vokasi sekaligus memperkuat kualitasnya, sehingga pendidikan vokasi benar-benar berkontribusi pada keberlanjutan pembangunan,” tuturnya.
Salah satu yang dilakukan Sekolah Vokasi UGM adalah berinovasi lewat ‘Inovokasia 2025’ yang mempertemukan akademisi, praktisi industri, pemerintah, dan komunitas untuk merumuskan strategi pengembangan vokasi yang kreatif dan berdaya saing.
Inovokasia 2025 menjadi komitmen UGM dalam menyiapkan generasi vokasi yang berdaya saing global sekaligus berkontribusi nyata terhadap masyarakat.
“Kolaborasi lintas sektor dalam acara ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat hubungan antara pendidikan, industri, dan komunitas. Lulusan sekolah vokasi tidak hanya bertanya bagaimana bisa bekerja, tetapi juga berpikir tentang masalah apa yang bisa mereka selesaikan,” pungkasnya.