Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA - Penyusunan draf Revisi Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Hal ini karena frasa ”madrasah” mendadak lenyap dalam draf RUU tersebut. Padahal, dalam UU yang lama yakni UU Sisdiknas Tahun 2003, aturan tentang satuan pendidikan dasar tertulis gamblang di Pasal 17 Ayat 2.
Ayat itu berbunyi “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat”. Sementara draf RUU Sisdiknas hanya mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 32.
Pasal 32 Draf RUU Sisdiknas itu berbunyi, “Pendidikan Keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama.”
Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) agar tidak mengebiri peran dan jasa ulama dan pesantren dalam lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Negara ini lahir atas jasa besar para ulama dan kalangan yang melahirkan Resolusi Jihad hingga menghasilkan kemerdekaan. Bahkan jauh sebelum negeri ini lahir, ulama dan pesantren sudah berperan besar dalam membangun bangsa dan peradaban di Bumi Nusantara ini,” ujar Muhaimin dalam siaran pers yang diterima Redaksi Eduwara.com, Selasa (29/3/2022).
Dikatakan Muhaimin, peran madrasah yang juga bagian dari satuan pendidikan di pesantren, selama ini telah terbukti berhasil mencetak tunas-tunas bangsa yang berakhlak, berbudi pekerti dan memiliki wawasan keagamaan serta kebangsaan yang tidak perlu diragukan lagi.
“Apa urgensinya mencoret frasa madrasah? Ada agenda apa di balik pencoretan ini, kalau sebelumnya ada kok sekarang tidak ada? Hal-hal seperti ini jangan dianggap sepele karena ini sama dengan kesengajaan untuk melupakan jasa ulama dan pesantren,” tutur Muhaimin.
Cucu salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Bisri Syansuri ini mengatakan, UU Sisdiknas jelas memiliki peran signifikan dalam dunia pendidikan di Tanah Air. Jika frasa madrasah dihilangkan, bisa jadi ke depan generasi muda bangsa ini tidak kenal lagi dengan istilah madrasah.
”Kalau istilah madrasah saja tidak dikenal lagi nantinya, apalagi sejarahnya,” keluhnya.
Karena itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta Kemendikbudristek segera merevisi draf tersebut dan memasukkan kembali frasa “madrasah” di dalamnya.
“Berapa banyak jumlah madrasah di Tanah Air. Ada puluhan ribu, mulai tingkatan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Berapa banyak madrasah melahirkan generasi muda bangsa yang terdidik di dalamnya? Tak terhitung. Jangan sekali-kali mengabaikan jasa ulama, jasa pesantren. Jangan sekali-kali mengaburkan sejarah bangsa ini,” papar Muhaimin.
Muhaimin mengancam, DPR tidak akan membahas RUU tersebut jika tidak segera ada revisi dalam rancangan draf RUU Sisdiknas yang baru tersebut, dan memasukkan kembali frasa ”madrasah”.
Madrasah Tidak Dihapus
Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Anindito Aditomo kepada Eduwara.com mengatakan, dalam revisi RUU Sisdiknas, semua nomenklatur bentuk satuan pendidikan seperti sekolah dan madrasah akan muncul dalam penjelasan.
“Draf RUU Sisdiknas sebelumnya memang tidak menyebut nomenklatur bentuk satuan pendidikan, seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA. Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis,” ujar Anindito, Senin (28/3/2022).
Lebih lanjut diungkap dia, Kemendikbudristek tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah atau madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional.
Dikatakan Anindito, penyusunan RUU Sisdiknas dilaksanakan dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru.
“Perkembangan RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal. Hal itu berdasarkan masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus pembahasan dalam panitia antar-kementerian,” tutur Anindito.