Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Lewat ajang tahunan The 4th Annual International Conference on Social Sciences and Humanities (AICOSH), Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta akan kembali menegaskan kekuatan keragaman serta perbedaan Indonesia mempererat kemanusiaan.
Berlangsung pada 15-16 September 2022, AICOSH tahun ini mengusung tema 'Humanity in War and Conflict: Beyond Time and Space'. Tema ini didasarkan pada konflik horizontal antar suku, antar elit politik dan represifitas negara terhadap rakyatnya, yang menambah daftar "perang" antar manusia.
Guru besar Ilmu Komunikasi UIN SUKA Bono Setyo yang akan menjadi narasumber memaparkan dari banyak riset yang telah dia lakukan, diketahui bahwa kehidupan manusia tidak pernah lepas dari konflik.
"Konflik tidak hanya lahir besarnya perbedaan yang muncul. Namun dari perbedaan mazhab dalam satu agama juga bisa memunculkan konflik. Seperti di Lombok, pertentangan Sunni dan Wahabi juga terjadi," jelas Bono dalam jumpa pers di UIN SUKA, Rabu (14/9/2022).
Di dunia modern, Bono menyebut penyebab konflik lebih banyak disebabkan oleh perkembangan dunia akhir ini. Namun Indonesia, menurutnya berbeda. Dengan keberagaman dan perbedaan banyak suku bangsa, Indonesia mampu menjaganya serta menjadikan kondisi sebagai kekuatan yang menyatukan.
"Meski rentan memunculkan konflik, namun semua itu bisa segera diatasi. Berbeda dengan banyak negara, seperti di Afghanistan yang hanya terdiri tiga suku bangsa namun tidak pernah bisa berdamai," jelasnya.
Indonesia bisa mencapai itu karena ada kunci, pertama yaitu terciptanya kesadaran akan nasionalisme di masyarakat yang terus muncul karena dipupuk oleh pemerintah serta didukung masyarakat.
"Kedua, kita memiliki Pancasila yang menyatukan semua. Ideologi negara inilah yang menjadikan bangsa ini mampu memanajemen keberagaman menjadi kekuatan," ungkap Bono.
Katalisator Ketegangan Politik
Dekan Fishum UIN SUKA Mohammad Sodik menyebut AICOSH tahun ini mengambil tema yang cukup menarik di tengah situasi konflik dan perang era modern.
"Di mana kehadiran para akademisi untuk melihat, membaca dan meneliti lalu menyikapi situasi ini sangat diharapkan, sebagai sumbangsih bagi dunia," paparnya.
Menurutnya, peran akademisi di berbagai rumpun keilmuan sangat dibutuhkan, sumbangsih pemikiran, gagasan dan ide-ide tentang perdamaian, kemanusiaan dan hak hidup seluruh umat manusia.
Kehadiran akademisi diharapkan mampu menjadi katalisator bagi ketegangan dan kebuntuan politik yang mengakibatkan konflik baik dalam skala lokal, regional maupun global.
"Lewat gelaran ini kita menginginkan gagasan ini memiliki ruang besar sebagai catatan sejarah yang terus akan melakukan ide serta diskusi terus-meneru mengenai persoalan manusia. Sehingga nantinya (gagasan) ini akan terus bertumbuh dan menjadi milik bersama," tegas Sodik.
Ketua Pelaksana Lukman Nusa, selama dua hari ini akan hadir pembicara dari beberapa negara dengan ekspertis keilmuan dalam rumpun ilmu sosial baik Ilmu Komunikasi, Sosiologi dan Psikologi.
Selain Bono, nantinya akan hadir Harris Shah Bin Abd Hamid dari Departement Psychology at University of Malaysia, Oliver Pye dari Departemen Sociology at University of Bonn Germany, Yenal Gokusn dari Departement Communication at Marmara University Turki dan Brigjen Andry Wibowo selaku Kepala Badan Intelijen DIY.