Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA – Fenomena crazy rich yang marak belakangan ini memicu sikap konsumtif di kalangan anak muda. Mereka berlomba ingin menyamai apa yang dimiliki para crazy rich meski kemampuan mereka belum sama dengan mereka yang berjuluk crazy rich.
Sikap konsumtif ini juga merupakan dampak negatif dengan adanya fenomena crazy rich. Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Njaju Jenny Malik mengatakan, berdasarkan data indonesiabaik.id, angka kemiskinan di Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta penduduk atau 10,19 persen.
Sedangkan berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2020 menyebutkan bahwa para pengguna FinTech atau finansial teknologi, yang merupakan sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi berasal dari usia produktif yakni 19-34 tahun sebesar 67,19 persen.
“Ngeri sekali sebenarnya saya melihat data ini. Apa tujuannya mereka meminjam uang melalui FinTech ini? Mungkin kenyataan yang ada tidak sesuai dan mereka ingin cepat serba cepat untuk mendapatkan apa yang diinginkan, maka mereka mengakses FinTech ini,” ujar Jenny dalam Diskusi Publik Virtual yang digelar IKAL Strategic Centre dengan tema “Fenomena Crazy Rich Indonesia: Mengkhawatirkan?”, Rabu (16/3/2022).
Di sinilah pentingnya, lanjut Jenny, untuk OJK memberikan literasi keuangan kepada anak-anak muda agar mereka tidak terpengaruh para crazy rich dan para influencer untuk bergaya hidup sama seperti mereka.
“Jelas harus ada literasi keuangan. Anak-anak muda ini kelak akan menjadi pemimpin, mereka yang akan memimpin negeri ini maka mereka harus mendapatkan pembekalan yang baik,” tutur Jenny.
Enggan Disebut Crazy Rich
Sementara itu, Ahmad Sahroni selaku Wakil Ketua Komisi III DPR RI mengatakan dirinya enggan disebut sebagai crazy rich meski dirinya kini telah menjadi crazy rich lantaran sejumlah bisnisnya yang berhasil gemilang hingga membuat dirinya berlimpah harta, salah satunya memiliki mobil Ferarri.
“Saya pribadi enggan disebut crazy rich. Ini merupakan beban bagi saya. Karena tidak semua orang suka pada saya. Jadi saya menghindari sebutan ini,” tutur Ahmad Sahroni.
Dikatakan Sahroni, semua anak muda pasti ingin kaya, namun tidak dengan kekayaan yang didapat dengan cara membodohi publik.
“Saya sampaikan pesan, kalau anak muda sebaiknya jangan ikutan bisnis trading ini. Sangatlah tidak masuk akal umur 23 tahun tapi punya uang miliaran. Saya saja berjuang membangun bisnis saya dari nol,” tutur Sahroni.
Ditegaskan anggota DPR RI dari Partai NasDem ini, jika ingin cepat kaya jangan lantas menjadi pejabat, akan lebih baik jika seseorang sudah kaya lebih dulu sebelum menjadi pejabat. Sehingga dia tidak menyalahi jabatannya sebagai pejabat.
“Jangan terobsesi ingin kaya dengan cara jadi pejabat. Repot itu nanti. Kaya lah lebih dulu sebelum menjadi pejabat,” tutur Sahroni.