logo

Vokasi

Kampus Merdeka Mampu Menjawab Kelangkaan Talenta Digital

Kampus Merdeka Mampu Menjawab Kelangkaan Talenta Digital
Tangkapan layar saat Brand Ambassador Niagahoster Peter J Kambey, menjadi pembicara dalam event LiteBites 40.0 yang diselenggarakan Niagahoster bersama Refactory, Senin (3/1/2022). Peter mengatakan hanya ada sekitar 100-200 ribu mahasiswa yang mengambil jurusan Teknik Informatika dan potensial untuk menjadi talenta digital Indonesia. Padahal, setiap tahun Indonesia membutuhkan 600 ribu talenta digital. (EDUWARA/Niagahoster)
Setyono, Vokasi03 Januari, 2022 19:27 WIB

Eduwara.com, JOGJA -- Para profesional bidang digital menilai program Kampus Merdeka Belajar (KMB) mampu menjawab kelangkaan tenaga kerja di bidang digital. Indonesia mengalami kekurangan tenaga kerja semi terampil dan terampil sebanyak 600 ribu orang per tahun.

Kondisi ini terungkap saat berlangsungnya event LiteBites 40.0 yang diselenggarakan oleh Niagahoster bersama Refactory, Senin (3/1/2022).

CEO Refactory Taufan Aditya mengatakan berdasarkan data Bank Dunia 2016, Indonesia mengalami kekurangan tenaga kerja semi terampil dan terampil sejumlah 600 ribu orang setiap tahun.

"Artinya, Indonesia harus menciptakan tenaga kerja digital sebanyak 9 juta orang sampai tahun 2030. Namun sampai sekarang belum banyak inisiatif strategis untuk menumbuhkan dan mengembangkan talenta digital di Indonesia," jelasnya.

Taufan melihat satu kelemahan karakter orang Indonesia yang sebenarnya sudah kreatif, terbiasa memecahkan masalah dan pekerja keras, yaitu penguasaan bahasa Inggris.

"Bahasa Inggris sepertinya keahlian kecil tapi sangat penting karena termasuk satu skill krusial dalam penguasaan skill lain, termasuk keterampilan digital. Apalagi materi-materi bagus tentang keterampilan digital didominasi dalam bahasa Inggris.," jelas Taufan.

Kehadiran KMB, menurutnya, suatu perubahan signifikan oleh pemerintah. Merdeka Belajar bisa menjadi satu inisiasi yang menjanjikan karena ada penekanan mahasiswa lebih aktif di luar kampus sehingga mahasiswa yang tertarik di bidang digital, bisa lebih mengembangkan dirinya di luar kampus.

Taufan menjelaskan peluang kerja talenta digital sangat besar. Pasalnya sekarang ini sebagian besar pimpinan perusahaan teknologi hanya fokus pada pertumbuhan bisnis. Sementara, tenaga penggerak utama sudah tidak tersedia dengan perkembangan teknologi yang terjadi.

"Perusahaan akan mengalami kesulitan jika tidak memiliki kemampuan pemupukan talenta internal, Di sini perlunya kesadaran dan kemauan perusahaan untuk pemupukan talenta,” katanya.

Namun, diakui Taufan, memang tidak mudah untuk merumuskan solusi mengatasi kelangkaan talenta digital di Indonesia. Menurut Taufan, inisiatif pemerintah yang strategis harus didorong dengan policy terarah, sehingga bisa menciptakan surplus tenaga produktif, termasuk di bidang digital.

Pakar informasi teknologi (IT) sekaligus Brand Ambassador Niagahoster Peter J. Kambey, mencoba menganalisa ketersediaan talenta digital Indonesia melalui data mahasiswa perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Hasilnya, hanya ada sekitar 100-200 ribu mahasiswa yang mengambil jurusan Teknik Informatika dan potensial untuk menjadi talenta digital Indonesia. Padahal, setiap tahun Indonesia membutuhkan 600 ribu talenta digital.

"Itu hanya data talenta di perguruan tinggi. Banyak pula talenta digital potensial yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Lulusan SMK juga bisa survive di dunia teknologi, asalkan balance antara semangat bekerja dan semangat belajar," ucapnya.

Dia melihat peran komunitas teknologi cukup besar untuk memupuk talenta digital Indonesia. Dari sana, tidak menutup kemungkinan juga untuk mendapatkan pekerjaan, karena saat ini terjadi tren perusahaan tidak hanya melihat latar belakang pendidikan.

"Kita butuh bergandengan tangan antara komunitas, bisnis, dunia pendidikan, dan pemerintah untuk membangkitkan lebih banyak talenta digital di Indonesia," kata Peter.

Read Next