Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Rendahnya kesadaran mahasiswa dalam pengelolaan sampah, terutama saat menggelar acara di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), membuat keprihatinan bagi Komunitas Lokalogi. Berupaya mengubah pola pikir tentang pengelolaan sampah di UGM, semua pihak juga didesak untuk menjadikan penanganan sampah sebagai bagian integral dari perencanaan acara.
Komunitas Lokalogi dibentuk pada 2023 dan mulai menjalankan kegiatannya dengan fokus pada pengelolaan sampah selama kegiatan Pramuka. Komunitas Lokalogi kemudian memperluas kegiatan dengan ikut memilah dan mengolah sampah di lingkungan Kampus UGM.
“Tujuan kami sederhana, ikut berkontribusi mengatasi persoalan sampah di kampus dan di Yogyakarta,” kata Ketua Lokalogi UGM, Yudhistira Wiranusa Sumantri, dilansir Senin (9/9/2024).
Dalam mengelola sampah, Komunitas Lokalogi menerapkan konsep reduce waste to landfill, yaitu konsep untuk mengurangi secara signifikan sampah yang terbuang ke TPA. Komunitas Lokalogi menjaga titik tempat sampah terpilah dan mengedukasi sekitar 10.000 pengunjung pada setiap hari.
Komunitas Lokalogi mengklasifikasikan sampah menjadi tiga kategori utama: organik, anorganik, dan residu. Sedangkan timbulan sampah yang paling dominan ialah wadah makanan dan minuman berupa sampah plastik, diikuti sampah kertas, yang keduanya termasuk ke dalam sampah anorganik.
“Kami masih menemui banyak mahasiswa yang kurang peduli terhadap pengelolaan sampah, terlebih pada mahasiswa yang membuat acara-acara besar di UGM. Beberapa dari mereka masih sering meninggalkan sampah sembarangan setelah acara. Panitianya pun kurang memberikan regulasi pengelolaan sampah. Itu yang menjadi tantangan sekaligus motivasi kami,” ungkapnya.
Program Edukasi
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Komunitas Lokalogi menghadirkan inisiatif edukasi dan program-program pelatihan untuk membagikan ilmu kepada mahasiswa dan masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah dan meningkatkan partisipasi.
“Program edukasi ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi tentang cara memilah sampah dengan benar dan dampak dari pengelolaan sampah yang baik terhadap lingkungan. Melalui pendekatan ini, Lokalogi berharap dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh elemen komunitas,” ungkap mahasiswa Prodi Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil UGM ini.
Di UGM, menurut Yudhistira, Komunitas Lokalogi bermaksud menjadi contoh dan pionir dalam pengelolaan sampah. Ke depan, pada setiap kegiatan yang digelar di UGM diharapkan semua pihak dapat mempertimbangkan pengelolaan sampah sebagai bagian integral dari perencanaan acara.
Dosen Fakultas Biologi UGM, Sukirno, mengatakan upaya mengubah pola pikir (mindset) menjadi salah satu kunci sukses dalam pengelolaan sampah.
“Jika sebelumnya kita acuh dan tidak peduli dalam memilih dan memilah sampah, maka ketika sudah berkomitmen mengelola sampah maka mau tidak mau harus tertib untuk melakukan hal tersebut,” tegasnya.
Selain mindset, lanjut Sukirno, dibutuhkan konsistensi dalam pengelolaan sampah. Budaya tertib memilah dan memilih sampah yang dimulai dari pimpinan fakultas/unit di lingkungan UGM akan mendorong para staf atau sivitas akademika lainnya untuk mencontohnya.
Pengelolaan sampah yang menggandeng banyak pihak ini, harapannya bisa menciptakan kondisi lingkungan yang sehat dan sejahtera sekaligus mendorong sanitasi lingkungan yang lebih baik.