Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Generasi muda Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ditantang untuk mengubah perilaku dan budaya membuang sampah sembarangan yang dilakukan generasi sebelumnya. Mereka dituntut menjadi pelopor dalam memperbaharui budaya bersih lingkungan.
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan perubahan perilaku ini sebagai esensi penting untuk mewujudkan program Bantul Bebas Sampah 2025 atau Bantul Bersama.
“Meski kami, telah merealisasikan program dengan membangun depo-depo sampah yang dikelola baik oleh kabupaten maupun desa, namun itu saja tidak cukup. Keberhasilan dan inti dari program ini adalah perubahan perilaku," kata Halim, Rabu (15/10/2025).
Upaya mengajak pemuda Bantul dalam tata kelola sampah diwujudkan melalui gerakan bersih-bersih sampah di daerah aliran Sungai Code, di Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon. Ini merupakan implementasi program World Clean Up Day, yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada 20 September 2025.
Bagi Halim, kegiatan bersih-bersih ini adalah penanda komitmen untuk menjaga lingkungan. Ia secara khusus menaruh harapan besar pada generasi muda.
"Jangan ditiru generasi sebelumnya yang membuang sampah sembarangan dan tidak mengindahkan kelestarian lingkungan," pesannya.
Halim juga menyoroti sulitnya membersihkan sampah di sungai yang tersangkut di sela-sela pohon. Ia menekankan bahwa mencegah jauh lebih efektif daripada membersihkan.
Halim mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mulai hari ini mengubah budaya dengan menghadirkan Bantul bersih sampah, yang dimulai dari budaya bersih sampah. Lalu, diikuti memperbarui budaya membiasakan tidak membuang sampah sembarangan.
Plastik
Dosen dan peneliti kesehatan lingkungan Fakultas Kedokteran, Annisa Utami Rauf, mengatakan tantangan pengendalian sampah adalah mengurangi penggunaan plastik.
“Kebiasaan menggunakan kantong belanja, kemasan makanan, dan pembungkus dalam transaksi daring masih menjadi sumber utama pencemaran mikroplastik. Perubahan gaya hidup menjadi langkah awal yang paling realistis untuk mengurangi dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan,” paparnya.
Pembatasan penggunaan plastik, terutama pada kemasan makanan, harus diperkuat. Industri makanan dan produsen punya peran besar dalam merancang kemasan yang aman dan ramah lingkungan. Masyarakat juga perlu lebih selektif memilih produk dengan kemasan yang minim plastik.
Langkah kecil di kehidupan sehari-hari, menurut Annisa, bisa memberikan dampak besar. Masyarakat dapat mulai dengan membawa tumbler sendiri, menghindari air kemasan sekali pakai, dan menggunakan wadah yang dapat digunakan berulang kali.
Selain mengubah perilaku individu, Annisa menekankan pentingnya penguatan riset dan kebijakan publik untuk memahami serta menekan dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia. Apalagi masih ada keterbatasan fasilitas laboratorium untuk pengujian dan analisis mikroplastik di banyak wilayah Indonesia.
“Keterbatasan ini menyebabkan data ilmiah tentang dampak mikroplastik di dalam tubuh manusia masih belum menyeluruh,” ucapnya.
Meski demikian, Annisa optimistis terhadap perkembangan riset di bidang ini. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan adanya mikroba yang mampu mendegradasi molekul mikroplastik. Ia menegaskan, langkah paling efektif tetap dimulai dari sumbernya.