logo

Sains

Pendidikan Seks Didiskreditkan, Angka Pernikahan Dini Tinggi

Pendidikan Seks Didiskreditkan, Angka Pernikahan Dini Tinggi
Menag Yaqut Cholil Qoumas dan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo sepakat minimnya pembelajaran kesehatan reproduksi menjadi penyebab tingginya angka pernikahan dini. BKKBN inginkan materi tentang reproduksi dan hubungan seksual tidak didiskreditkan. (Eduwara/Setyono)
Setyono, Sains11 Maret, 2022 15:42 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Tindakan mendiskreditkan pembelajaran tentang kesehatan reproduksi atau hubungan seks menjadi penyebab utama tingginya angka pernikahan dini pada remaja Indonesia.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.

"Sebenarnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi itu bagus dan seharusnya lebih terbuka. Jangan didiskreditkan," kata Hasto di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (11/3/2022).

Dengan profesinya sebagai dokter spesialis kandungan, Hasto menegaskan pelajaran tentang seks berbeda dengan pelajaran tentang hubungan seks. Sayangnya, anggapan mengajarkan tentang hubungan seks inilah yang membuat banyak institusi pendidikan enggan mengajarkannya.

Padahal dengan pemberian pemahaman tentang kesehatan reproduksi, hubungan seks dan risikonya, remaja usia 15—19 tahun akan mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana caranya bersikap pada kesehatan reproduksinya. "Saya yakin pemberian materi ini pada institusi pendidikan secara terbuka akan menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia," katanya.

Hasto menyampaikan data, setiap tahunnya angka pernikahan di Indonesia mencapai 2 juta. Dari situ, setiap per seribunya, terdapat 20 pernikahan dini. "Meskipun ada anggapan selama pandemi angka pernikahan dan hamil muda meningkat, tapi itu tidak benar," sambungnya.

Dengan dicegahnya pernikahan dini, Hasto menyebut ada dua keuntungan yang bisa didapatkan yaitu kelahiran generasi yang bebas stunting dan turunnya predikat Indonesia sebagai negara kedua di dunia tertinggi dalam hal penderita kanker rahim. "Ini yang perlu disebarluaskan biar mereka itu takut untuk kawin dini," tegasnya.

Bersama dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, BKKBN meluncurkan program nasional 'Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Tiga Bulan Pranikah; Sebagai Upaya Pencegahan Stunting Dari Hulu Kepada Calon Pengantin'.

Lewat program ini, setiap calon mempelai wanita wajib memeriksakan kesehatan tiga bulan sebelum menikah. Pemeriksaan untuk mengetahui apakah calon menderita anemia. Pasalnya 37 persen remaja putri Indonesia menderita anemia.

Anemia menyebabkan pertumbuhan janin di kandungan tidak subur dan menyebabkan stunting. Sisa waktu tiga bulan dimanfaatkan untuk pemenuhan asupan gisi hingga siap untuk kehamilan pertama.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sepakat pernikahan dan kehamilan dini merupakan penyebab tingginya angka stunting.

Namun, untuk memasukan materi kesehatan reproduksi dan hubungan seks kedalam materi pembelajaran di sekolah, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek).

Read Next