logo

Sekolah Kita

Dibedakan dalam TPP, Guru Datangi Disdikpora DIY

Dibedakan dalam TPP, Guru Datangi Disdikpora DIY
Tampak bagian Gedung Disdikpora DIY yang diambil pada Jumat (4/3/2022) siang. Ini bersamaan dengan berlangsungnya pertemuan tertutup antara guru PNS angkatan 2018 yang menanyakan perbedaan TPP ke dinas. (EDUWARA/K. Setyono)
Setyono, Sekolah Kita04 Maret, 2022 21:51 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Mewakili 400 guru tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat, 10 guru yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru PNS Angkatan 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta (FKG DIY 2018) mendatangi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Jumat (4/3/2022) siang.

Mereka menanyakan perbedaan dalam penerimaan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 112 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai yang ditetapkan 9 Desember 2021.

Irkhamudin dari SMKN 5 Yogyakarta mengatakan dalam aturan itu, sebagai angkatan yang paling bontot mereka memiliki peluang kecil dalam hal peningkatan pangkat kepegawaian dibandingkan dengan struktural.

Menurutnya, dalam dua tahun Aparatur Sipil Negara (ASN) di struktural bisa naik pangkat hingga dua kali dalam rentan waktu dua-tiga tahun. Sedangkan para guru angkatan 2018, sampai 10 tahun lebih masih belum naik jabatan.

Irkhamudin menyebut dirinya dan rekan-rekannya saat ini dengan istilah 'Calon Guru Pertama'.

"Ini belum lagi dengan perbedaan penerimaan TPP dari mereka yang bekerja di sektor struktural seperti di kantor maupun kedinasan, dibandingkan kami yang menjabat fungsional," katanya sebelum beraudiensi.

Dalam hal TPP, Irkhamudin mengatakan, selama ini guru-guru yang belum bersertifikasi mendapatkan TPP sebesar Rp 1 juta dengan dipotong pajak. Kemudian bagi yang sudah bersertifikasi, potongan sebesar 65 persen dibebankan.

"Besaranya potongan itu dikatakan karena sudah sertifikasi. Padahal mendapatkan sertifikasi jalannya berat susah. Sedangkan jalannya rekan-rekan kami di struktural dimudahkan," katanya.

Melihat perbedaan ini, dirinya mewakili para rekan-rekan guru di tingkat SMA atau yang sederajat berkeinginan mendapatkan kejelasan tentang masalah ini ke Disdikpora DIY. Pasalnya, dengan beban kerja guru yang mencapai 40 jam per minggu dan pengawasan pada ribuan siswa, profesi guru, menurutnya, sangat berisiko.

"Bunyi Pergub-nya masih rancu. Seangkatan kami setidaknya sudah di kategori 3A dengan gaji Rp 3,5 juta. Sedangkan kami masih di golongan yang disamakan dengan pegawai lulusan SD-SMP," jelasnya.

Tidak bermaksud membandingkan, tetapi dengan kinerja yang kurang lebih sama, proses masuk yang sama, dia mempertanyakan kenapa di Pergub, mereka mendapatkan hadiah (reward) berbeda.

Tertutup

Berlangsung sejak pukul 13.00 WIB, pertemuan di Disdikpora ini berlangsung tertutup dan Kepala Disdikpora Didik Wardaya meminta wartawan untuk tidak berada di dalam ruangan.

Sekretaris Daerah Pemda DIY sekaligus Ketua PGRI DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan pada prinsipnya bisa memahami apa yang dikeluhkan para guru. Namun kebijakan yang diambil Pemda DIY ini tidak terlepas dari keputusan dari pemerintah pusat.

"Tepatnya pada Tunjangan Kinerja (Tukin) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang oleh pemerintah diatur besarnya hampir sama dengan TPP yang disediakan daerah," jelasnya.

Dalam Pergub itu, Aji mengatakan TPP diberikan kepada guru dengan kriteria tertentu sebagai tambahan tunjangan profesi guru di daerah. Dirinya mengusulkan sebaiknya dalam mengatasi hal ini pemerintah menaikkan besaran Tukin maupun TPG yang diterima oleh guru, baik yang sudah maupun belum bersertifikasi.

"Jadi solusi yang terbaik, pemerintah pusat menaikkan Tukin maupun TPG yang tidak naik sejak 2005. Sebab banyak daerah, TPP sudah lebih sama dengan gaji, sementara TPG sama dengan gaji," katanya.

Read Next