Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Penerapan sistem zonasi dalam penerimaan siswa didik baru tingkat SMP di Kota Yogyakarta dinilai mampu menaikkan intensitas belajar para pelajar. Hasil penelitian ini dipaparkan Research on Improving System of Education (RISE).
Dalam siaran pers yang dikutip pada Senin (28/11/2022), dijelaskan RISE merupakan lembaga penelitian multi-negara berskala besar, sebagai upaya mendukung peningkatan pembelajaran siswa di seluruh dunia, fokus pada dampak dari kebijakan zonasi yang diterapkan di Kota Yogyakarta sejak 2018.
Penerapan zonasi merupakan sistem penerimaan siswa di SMP negeri tidak lagi berdasarkan nilai kelulusan SD, melainkan merujuk pada jarak domisili siswa ke sekolah negeri terdekat.
"Kami (RISE) melakukan studi untuk melihat bagaimana pengaruh perubahan akses ke sekolah negeri tersebut terhadap hasil pembelajaran siswa SMP negeri di Kota Yogyakarta," kata salah satu peneliti RISE, Delbert Lim.
Dengan kondisi pasca penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi, menurut Lim mengubah komposisi siswa SMP negeri di Yogyakarta menjadi lebih beragam.
Hasil studi RISE menunjukkan siswa yang kini tidak dapat mengakses sekolah negeri serta siswa yang selalu dapat mengakses sekolah negeri mengalami penurunan skor belajar yang signifikan.
Sementara, siswa yang dapat mengakses sekolah negeri, setelah adanya kebijakan zonasi mengalami peningkatan skor belajar, namun tidak terlalu signifikan.
"Dalam melakukan analisis, kami juga melihat kemungkinan variabel lain yang dapat menyebabkan perubahan pada hasil pembelajaran siswa setelah kebijakan zonasi diterapkan," terangnya.
Namun, korelasi yang paling kuat ditunjukkan oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh kebijakan zonasi. Selain itu, berdasarkan hasil pembelajaran siswa dapat dilihat hanya sebagian sekolah yang mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik siswa pasca kebijakan zonasi.
Keselarasan Sistem
Peneliti RISE yang lain, Risa Wardatun Nihayah, menyampaikan hingga saat ini di Kota Yogyakarta sudah terjadi keselarasan sistem, artinya semua pihak bekerja sama untuk menjaga kualitas pendidikan, mulai dari pemerintah daerah, pihak sekolah, hingga masyarakat dan orang tua.
“Namun, agar Kota Yogyakarta dapat terus mempertahankan prestasi-prestasinya di pendidikan, tiap pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan harus terus belajar, berkolaborasi, dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman," ungkapnya.
Dalam presentasinya, peneliti RISE menyatakan hasil pembelajaran siswa saat pandemi, dengan penerapan kurikulum darurat dan guru pun menyesuaikan pengajaran mereka. Orang tua mengambil peran besar.
Karena siswa tidak belajar di kelas, orang tua mengambil peran yang lebih besar dalam mendampingi dan mengajarkan siswa di rumah. Namun kondisi itu tetap menggambarkan adanya penurunan hasil belajar, tetapi tidak terlalu signifikan dan terjadi pada siswa berkemampuan rendah.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, mengatakan pemerintah berkomitmen selalu menjaga mutu pendidikan di wilayahnya.
Meski terjadi perubahan pada sistem PPDB di Yogyakarta, namun, pemerintah akan mengupayakan agar hal tersebut tidak memengaruhi kualitas pendidikan di Yogyakarta.
"PPDB zonasi juga bisa menjadi salah satu strategi untuk menjaga mutu pendidikan," ujar Budi.
Ia juga menambahkan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memberikan dukungan yang dibutuhkan guru-guru untuk mengajar dengan efektif karena siswa yang diajar semakin heterogen.
Sedangkan Disdikpora telah meluncurkan dua inovasi pendidikan di Kota Yogyakarta yaitu Jam Belajar Masyarakat (JBM) dan Paguyuban Orang Tua. Kedua program ini memperlihatkan keterlibatan yang besar dari orang tua dan masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan.
"Kesadaran masyarakat Yogyakarta atas pendidikan sudah tinggi. Mungkin karena budaya pendidikan di Yogyakarta sudah sejak sebelum Indonesia merdeka. Ada Muhammadiyah, Taman Siswa, dan lain-lain," tambah Budi.