Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Para guru di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memperingati Hari Pendidikan Nasional dengan menggelar gerakan etis di depan Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Selasa 92/5/2023) pagi. Mereka menyuarakan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang dinilai kecil.
Dalam aksinya, para guru yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru DIY menghadirkan papan bunga bertuliskan sindiran ke Pemda DIY seperti 'Selamat Hardiknas 2 Mei 2023. Ingat, Guru Membangun Karakter Anak Bangsa. #TPP Berkeadilan bagi Guru’.
Lalu ada papan bunga yang bertuliskan 'TPP Kaki Lima, Kerja Bintang Lima. #Save Guru DIY', 'TPP Kecil, Semangat Kerja Besar #Save Guru DIY', dan 'Guru adalah Fondasi Pendidikan yang dirangkai dengan #TPP Berkeadilan bagi Guru'.
Tak hanya itu, para guru juga membagikan bunga mawar untuk pengguna jalan yang kebetulan melintas di lokasi itu sambil berucap, 'Selamat Hardiknas'.
Koordinator I Forum Komunikasi Guru Pendidikan Menengah (Dikmen) dan Pendidikan Khusus (Diksus), Joko Triyanto menyampaikan gerakan etis peringatan Hardiknas menjadi ajang menyuarakan ekspresi keresahan guru terkait TPP.
Menurutnya, TPP sudah diatur di Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 112 Tahun 2021 yang kemudian diperbaharui lagi dalam Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2022.
"Tugas guru itu berat. Selain melaksanakan tugas pokok merencanakan dan melaksanakan pembelajaran serta evaluasi terkait dengan tahun kalender pendidikan, juga masih ada tugas tambahan," ujarnya.
Tugas tambahan itu berupa pembimbingan termasuk psikologis, konseling, minat bakat kemudian melaksanakan kurikulum terintegrasi. Contoh, integrasi berwawasan adiwiyata, anti korupsi, anti bullying.
"Bahkan di DIY ada satu lagi yaitu wacana pendidikan khas ke-Jogja-an," kata dia.
Hanya saja, menurut Joko, tugas guru yang berat itu ternyata tidak sebanding dengan kesejahteraan. Pasalnya, mereka merasa kurang diperhatikan secara adil.
Dua Kategori
Joko menjelaskan TPP bagi guru terbagi dua kategori. Pertama, bagi PNS guru yang sudah mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) diberi TPP sebesar 50 persen dari bobot satu sebesar Rp 1.050.000 atau sekitar Rp 500 ribu. Sementara yang belum mendapatkan TPG menerima bobot satu Rp 1.050.000.
Implikasinya, ternyata TPP yang diterima guru sangat tidak sebanding dengan beban kerjanya. Sebagai perbandingan, staf Tata Usaha (TU) golongan II berijazah SLTA menerima TPP hingga Rp 4 juta dan dapat diterima setiap bulan.
"Sementara, TPG per triwulan dan sering dicairkan bulan keempat atau kelima," kata Joko.
Dia mencontohkan, guru baru angkatan 2018/2019 yang belum mendapatkan TPG itu rata-rata menerima Take Home Pay (THP) sebesar Rp 4 juta atau di bawah THP staf TU golongan II bahkan golongan I yang berijazah SD/SMP.
"Gaji staf TU misalnya Rp 2 juta ditambah TPP Rp 2,5 juta, maka di sini kita prihatin karena masih ada sekitar 400-500 guru baru yang belum mendapatkan TPG, maka THP-nya kalah dengan golongan I dan II," terangnya.
Kategori kedua, menurut Joko, guru yang belum memperoleh TPG. Sebelumnya, TPG diperoleh dengan proses yang panjang dan sulit namun pencairan tidak diberikan setiap bulan.
Disebutkan, dana TPP merupakan dana negara berasal dari dari optimalisasi anggaran daerah dan efisiensi anggaran daerah tahun berjalan ditambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) daerah setempat.
"TPP setiap bulan diterima, sementara kami para guru tidak," ucapnya.
Melalui gerakan etis kali ini, Joko mengatakan Forum Komunikasi Guru DIY menginginkan adanya rasionalisasi TPP secara keseluruhan, dimulai dengan perubahan substansi Pergub DIY. Dengan begitu, kegiatan guru beserta tupoksinya bisa di-TPP-kan, sebagaimana ketugasan tenaga kependidikan atau TU.