logo

Idea

Rasio Penduduk dan Jumlah Buku, Masalah Utama Literasi Indonesia

Rasio Penduduk dan Jumlah Buku, Masalah Utama Literasi Indonesia
Suasana diskusi bertema Penguatan Peran Sisi Hulu Guna Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat' yang digelar oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bantul, Senin (15/11). ((Humas Pemkab Bantul))
Setyono, Idea15 November, 2021 23:39 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengatakan masalah literasi di Indonesia bukan pada budaya membaca. Namun pada jumlah rasio antara jumlah penduduk dengan ketersediaan buku yang ada.

"Kita tidak bisa terus menerus menyalahkan masyarakat yang ada di pedesaan. Masalah kita bukan pada budaya baca tetapi masalah jumlah rasio antara jumlah penduduk dengan buku. Hasil sensus yang kami lakukan dua tahun terakhir, rata-rata satu buku ditunggu 90 orang," kata Syarif di Bantul, Senin (15/11).

Hari ini, Syarif bersama dengan Bupati Bantul Abdul Halim Muslih dan anggota Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti menjadi pembicara kunci dalam kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) dengan tema 'Penguatan Peran Sisi Hulu Guna Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat'.

Acara ini diselenggarakan di Sasana Widya Parwa Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Syarif melanjutkan, literasi menjadi faktor esensial dalam upaya membangun masyarakat berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter. Literasi yang kuat mampu mendorong manusia pada kegiatan produktif yang memberi manfaat sosial, ekonomi dan kesejahteraan.

Dirinya juga mengatakan selain akses ke buku cukup sulit, faktor utama rendahnya literasi. Faktor penyebab lainnya lainnya yakni bukunya jelek-jelek, kebanyakan tidak menarik, bahkan sebagian merusak imajinasi anak.

"Bila masyarakat disodori buku-buku yang sesuai, mereka akan sangat senang membaca. Siapapun kita, dimanapun kita, apapun jabatan kita tugas kita sama yaitu mencerdaskan anak bangsa," katanya.

Anggota DPR RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta Esti Wijayati meminta ke pemerintah agar perpustakaan daerah diberi perhatian lebih, sebab perpustakaan adalah wajah literasi.

"Perpustakaan daerah perlu diperhatikan, jangan dianaktirikan. Perpustakaan itu wajah dari dunia pendidikan kita dan jendela dunia. Perpustakaan tidak boleh setengah hati dalam mengelola, tetapi harus sepenuh hati alam mengembanggakan minat baca sehingga meningkatkan indeks literasi kita," ucapnya.

Bupati Bantul Abdul Halim mengatakan soal literasi ini bukan masalah yang sepele.  Pasalnya, rendahnya indeks literasi, bangsa ini menjadi bangsa yang mudah tersulut oleh hoaks, mudah salah paham atau mengikuti paham yang salah.

"Mengingat dahsyatnya dampak rendahnya literasi terhadap kehidupan, maka mau tidak mau literasi ini harus menjadi gerakan nasional, gerakan kita bersama. Kita mudah memakan mentah-mentah hoaks tanpa mau melakukan klarifikasi. Nah, tindakan klarifikasi itu sendiri merupakan salah satu gerakan literasi. Apa-apa kui ditabayunkan dan diklarifikasi," kata Halim.

Dalam acara ini, Pemkab Bantul mengukuhkan 'Bunda Literasi' periode tahun 2021-2024 yang dipimpin Emi Masruroh. Gerakan ini sebagai mendukung Visi Presiden Republik untuk mewujudkan Indonesia sumber daya manusia unggul untuk Indonesia maju.

Read Next