logo

Kampus

Rekonstruksi Pendidikan Harus Dimulai dari Kebiasaan Kecil

Rekonstruksi Pendidikan Harus Dimulai dari Kebiasaan Kecil
Board of Director ECCD RC Lusi Mugiyani dan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Hardi Santosa menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat Mahasiswa (SIBISA) oleh LPM UMY di UMY Student Dormitory, Jumat (28/2/2025). Dalam seminar nasional tersebut, Lusi dan Hardi sepakat bahwa rekonstruksi atau perubahan pendidikan tidak harus dimulai dari hal besar. (EDUWARA/Dok. UMY)
Setyono, Kampus28 Februari, 2025 23:35 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Kebijakan yang diambil Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), di bawah kepemimpinan Menteri Dikdasmen Abdul Mu’ti, dinilai sebagai upaya rekonstruksi sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia.

Rekonstruksi pendidikan yang dilakukan ini dinilai bertujuan untuk mewujudkan visi pendidikan bermutu bagi semua kalangan. Beberapa kebijakan rekonstruksi pendidikan tersebut mencakup pengkajian ulang Kurikulum Merdeka, kebijakan zonasi, hingga evaluasi kembali Ujian Nasional.

Namun sayangnya, ketimpangan dalam hal implementasi di lapangan menjadikan rekonstruksi pendidikan yang sering digaungkan pemangku kebijakan hanya bersifat sementara dan menyasar hal besar.

Hal ini dipaparkan dalam Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat Mahasiswa (SIBISA) oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di UMY Student Dormitory, Jumat (28/2/2025).

Para narasumber dalam seminar nasional tersebut, yaitu Board of Director Early Childhood Care & Development Resource Centre (ECCD RC) Lusi Mugiyani dan Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Hardi Santosa, sepakat bahwa rekonstruksi atau perubahan pendidikan tidak harus dimulai dari hal besar.

Lusi Mugiyani yang memiliki pengalaman langsung dalam pembuatan peta jalan di Direktorat PAUD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mengatakan konsep yang dibangun oleh pemerintah di tingkat pusat seringkali sudah sangat bagus. Namun, seringkali pula terjadi ketimpangan dalam hal implementasi di lapangan. Padahal, untuk melakukan rekonstruksi pendidikan, tidak harus selalu dimulai dengan melakukan perubahan besar.

“Rekonstruksi pendidikan harus dimulai dari kebiasaan kecil. Misalnya, di tingkat pelajar, terdapat tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat, yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur lebih awal,” katanya.

Konsisten

Lusi menekankan kebiasaan-kebiasaan kecil ini sangat kontekstual dan berdampak besar jika dilakukan secara konsisten serta memberi dampak sangat besar.

“Karena anak zaman sekarang, sepulang sekolah langsung bermain gawai dan tidak bersosialisasi, jadi, jika ingin melakukan perubahan, mulailah dari pembiasaan,” ujarnya.

Hardi Santosa, turut menilai rekonstruksi pendidikan tidak selalu berarti harus ada perubahan besar secara drastis. Menurutnya, saat ini, ada permasalahan besar di kalangan anak muda, yaitu sulit tidur lebih awal, yang berdampak pada gangguan konsentrasi dan distraksi akibat terlalu sering menggunakan gawai.

“Padahal, apa yang kita baca, kita lihat, dan kita dengar tanpa sadar membangun konstruksi berpikir kita. Konstruksi berpikir ini kemudian melahirkan sikap, perilaku, dan kebiasaan yang membentuk kepribadian kita, dan itu adalah proses yang panjang,” terangnya.

Jika anak muda dapat tidur lebih awal, berolahraga, makan sehat, dan bermasyarakat, maka ketika kebiasaan ini menjadi siklus hidup, dampaknya akan sangat besar pada masa depan. Ia pun mengajak mahasiswa untuk memastikan agar mereka dapat menjadi bagian dari peradaban melalui pendidikan agar dapat dikenang sebagai “maha”-nya para siswa.

“Jika terjadi banyak perubahan tetapi kita hanya menjadi penonton, maka kita tidak akan tercatat sebagai apa pun. Almamater kita mungkin hanya akan tergantung di dalam lemari, paparnya.

Menurut Hardi, keberhasilan pendidikan Indonesia pada masa depan sangat bergantung pada bagaimana kita membangun kesadaran dan kebiasaan-kebiasaan kecil yang dapat membawa perubahan besar bagi masa depan bangsa.

Ia memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberikan akses pendidikan yang lebih luas kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil. Sumber daya manusia (SDM) harus dipersiapkan agar dapat bersaing di tingkat global, salah satunya dengan memberikan beasiswa.

 

Read Next