logo

Gagasan

Status PTN-BH Jadikan PTN sebagai Lembaga Bisnis

19 November, 2024 00:54 WIB
Status PTN-BH Jadikan PTN sebagai Lembaga Bisnis
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengkritik kebijakan yang menempatkan status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) sebagai prioritas. (EDUWARA/K. Setyono)

Eduwara.com, JOGJA – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengkritik kebijakan yang menempatkan status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) sebagai prioritas. Kebijakan ini menjadikan PTN sebagai sebuah lembaga bisnis, bukan sekolah untuk mendidik rakyat.

“Penghasilan pajak untuk negara semestinya digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Negara harus membantu rakyat miskin lewat pajak. Hal yang juga harus dilakukan pemerintah dalam bidang pendidikan,” tegas Haedar Nashir, Senin (18/11/2024) di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.

Lahirnya kebijakan PTN-BH, dinilai Haedar, mengakibatkan pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi negeri sama mahalnya dengan swasta. Dampaknya, hal ini akan merugikan keberadaan perguruan tinggi swasta (PTS) yang banyak tersebar di berbagai daerah untuk memberikan kemudahan pendidikan.

“Namun itu bukan masalah, karena biasanya kampus swasta punya kemampuan untuk bangkit. Berbeda jika PTN-PTN ini berlomba-lomba mengejar keuntungan sebesar-besarnya, terus mengkapitalisasinya,” ucapnya.

Jika kondisi ini sampai terjadi maka bisa dipastikan rakyatlah yang dirugikan, di mana rakyat sudah menaruh harapan tinggi bahwa pendidikan di PTN akan mempermudah jalan untuk meraih kesejahteraan dibandingkan PTS.

Selain pendidikan mahal yang akan membebani rakyat, kebijakan PTN-BH juga dinilai Haedar akan menurunkan kualitas pendidikan. Poin-poin inilah yang menurut Haedar harus dipahami dan menjadi dasar dalam menumbuhkan semangat membangun Indonesia yang tidak murni kapitalis, bahkan menjadi neoliberal.

Makan Siang 

Terkait dengan makan siang gratis dan bergizi, Haedar memastikan PP Muhammadiyah telah mempraktikkan program ini di beberapa lokasi. Meski awalnya akan dikerjakan sendiri dan tidak ingin mengganggu pemerintah.

“Namun ketika harus ditarik ke agenda membangun kesehatan Indonesia, khususnya penanganan stunting, maka kebersamaan antara Muhammadiyah dan pemerintah harus diwujudkan,” jelasnya.

Terutama dalam menyongsong ‘Indonesia Emas 2045’, Haedar mengatakan jangan membayangkan pembangunan kesehatan anak layaknya seperti di kota-kota besar. Mayoritas anak-anak Indonesia masih lemah gizinya dan tersebar di banyak tempat.

“Stunting masih masih masalah kesehatan besar yang harus ditangani bersama. Makan siang gratis dan bergizi, ke depan berjalan dengan pemberdayaan keluarga melalui sekolah,” pungkasnya.

Read Next