Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO—Rentetan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia yang terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Saat ini mudah untuk mendapatkan berita tentang kekerasan seksual di Indonesia.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak sering muncul di bebagai media massa, cetak maupun digital. Ironisnya, banyak kekerasan seksual justru terjadi di institusi pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat belajar anak-anak. Sekolah tidak lagi menjadi ruang aman dari ancaman kekerasan seksual bagi anak-anak.
Sebut saja kasus kekerasan seksual yang baru-baru ini terjadi, belasan santriwati diperkosa hingga hamil oleh Herry Wirawan, seorang guru pondok pesantren di Jawa Barat. Belum lagi kasus-kasus kekerasan seksual yang sering terjadi di perguruan tinggi. Peristiwa ini tentu menjadi pukulan berat untuk dunia pendidikan.
Banyak yang menyesalkan kejadian seperti itu. Lembaga perlindungan anak turut turun tangan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Termasuk memberikan pendampingan kepada korban kekerasan seksual.
Tidak terkecuali Yayasan Kepedulian untuk Anak (Kakak) Solo yang menangani tindak kekerasan seksual terhadap anak di Soloraya. Yayasan Kakak memiliki misi untuk menyelesaikan kasus kekerasan dan eksploitasi seksual, khususnya di Soloraya.
Direktur Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati menuturkan sudah sejak tahun 1997 Kakak berkonsentrasi untuk mendampingi korban kekerasan seksual. Hal tersebut karena pengurus Yayasan Kakak prihatin dengan maraknya tindak kekerasan seksual, namun tidak ada pendampingan bagi korban.
"Oleh karena itu, Yayasan Kakak berusaha agar dapat dijangkau masyarakat semudah mungkin. Ketika ada kekerasan seksual di Soloraya, Pertama, korban bisa langsung datang ke kami. Kedua, jika kami mendengar ada kekerasan seksual, kami bisa langsung datang kepada korban. Ketiga, melalui rujukan, misal ada teman atau keluarga yang mengalami kekerasan seksual, bisa melaporkannya ke Kakak." Ujar Shoim kepada Eduwara.com baru-baru ini.
Hal yang pertama ketika menangani korban kekerasan seksual yaitu melakukan penguatan terhadap korban dan keluarganya. Kemudian memberi penjelasan tentang berbagai macam cara penanganan kekerasan seksual. Misalnya, melalui proses hukum. Akan dijelaskan risiko dan konsuekuensi apabila menggunakan proses hukum dan tidak menggunakan proses hukum.
"Kakak tidak akan memaksa korban apakah akan melalui proses hukum atau tidak. Tetapi tetap memberi penguatan dan penjelasan. Namun, apabila korban menolak, ya tidak mengapa. Korban atau keluarganya berhak menentukan," tutur Shoim siang itu.
Selama ini yayasan kakak memang kerap mendampingi proses hukum terhadap korban kekerasan seksual. Namun, apabila koran tidak menghendaki melalui jalur hukum, melainkan hanya dengan jalur damai, maka Kakak tidak mencampuri urusan mereka.
"Tetapi, kalau korban memilih jalur hukum, Kakak akan mendampingi mulai dari proses di kepolisian hingga persidangan," ucap Shoim kepada Eduwara.com.
Menurutnya, banyak korban kekerasan seksual mengalami trauma dan perubahan perilaku pasca kejadian. Kakak sebagai konselor memberikan layanan psikologis. Apabila konselor tidak cukup, Kakak bekerja sama dengan lembaga lain yang mempunyai Psikolog. Pun korban yang membutuhkan layanan kesehatan. Kakak berupaya bekerja sama dengan lembaga kesehatan agar menangani korban.
Shoim memberi pemahaman, di Solo banyak terjadi ekploitasi seksual. Di dalamnya termasuk perdagangan dan prostitusi anak.
"Hanya saja, tidak banyak orang yang tahu. Tidak kelihatan. Tetapi kami yang concern pada kasus ini tentu saja tahu hal-hal semacam itu. Itu tidak sedikit untuk ukuran Kota Solo," tegasnya.
Menurut Shoim, korban kekerasan seksual yang banyak ditangani oleh Yayasan Kakak pelakunya merupakan orang yang dekat dengan korban. Biasanya teman atau pacarnya. Namun, ada juga kasus yang menimpa siswa dan pelakunya seorang guru.
"Kasus-kasus kekerasan seksual banyak disebabkan adanya relasi kuasa. Orang-orang yang memiliki relasi kuasa yang lebih kuat, dia berpotensi tinggi untuk berperilaku diskriminatif dan melakukan kekerasan. Orang seperti itu merasa diriya lebih kuat dan berkuasa atas orang lain," tutur dia.
Orang tua, guru, maupun atasan di tempat kerja merupakan contoh dari relasi kuasa. Orang tua kepada anak, guru kepada murid, dan atasan kepada bawahan. Oleh karena itu, menurut Direktur Yayasan Kakak itu perlu adanya kebijakan yang dapat mencegah adanya kekerasan seksual yang disebabkan oleh adanya relasi kuasa.
"Contohnya Permendikbud No.30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi itu salah satu regulasi yang baik. Peraturan itu dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual yang sering terjadi terhadap mahasiswa dengan pelakunya dosen," urai Shoim dengan tenang.
Terbukti dengan adanya peraturan tersebut, sekarang ini banyak kasus-kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi mencuat. Ini langkah yang bagus dari pemerintah untuk berpihak kepada korban. Sekaligus mencegah tindak kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
"Saya menyayangkan adanya orang atau kelompok yang menolak Permendikbud itu. Harusnya mereka bisa baca lagi secara keseluruhan, dipahami dengan benar. Nyatanya, Permendikbud itu sama sekali tidak bertentangan dengan agama manapun, apalagi melegalkan zina, tidak," ujar Direktur itu