Kampus
11 Maret, 2022 13:28 WIB
Penulis:Bhakti Hariani
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, SEMARANG – Pihak berwenang harus rutin mengevaluasi area perlintasan sebidang yang dilalui oleh kereta api dan kendaraan bermotor lainnya demi menekan angka kecelakaan.
Hal itu diungkapkan oleh Akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Djoko Setijowarno.
Dikatakan Djoko, di Indonesia tercatat terdapat 5.051 perlintasan sebidang, yang dijaga sebanyak 26 persen dan tidak dijaga 74 persen.
Sebesar 85 persen kecelakaan pada perlintasan terjadi pada perlintasan yang tidak dijaga. Rasio kecelakaan fatal 40,47 per 1.000 perlintasan sebidang. Rasio kematian 14,96 per 1.000 perlintasan sebidang.
Kecelakaan di perlintasan sebidang KA pada Minggu (27/2/2022), antara KA Dhoho relasi Blitar-Surabaya dan PO Bus Harapan Jaya di Desa Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur, mengingatkan bahwa kecelakaan masih rawan terjadi di perlintasan sebidang.
Lebih lanjut diungkap Djoko yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini, menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang. Mereka dapat menutup perpotongan sebidang yangntanpa izin dan mengganggu keselamatan serta kelancaran perjalanan KA dan lalu lintas jalan.
“Dapat pula dilakukan dengan membangun perpotongan tidak sebidang di atas atau di bawah jalur kereta api sesuai dengan persyaratan teknis,” ujar Djoko kepada Eduwara.com, Jumat (11/3/2022).
Persyaratan perpotongan sebidang, lanjut Djoko, pertama perpotongan sebidang hanya dapat dilakukan apabila letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perpotongan tidak sebidang, tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi KA dan lalu lintas jalan, serta pada jalur tunggal dengan frekuensi dan kecepatan kereta api rendah.
Kedua, harus memenuhi persyaratan, memenuhi pandangan bebas masinis dan pengguna lalu lintas jalan, dilengkapi rambu-rambu lalu lintas jalan dan peralatan persinyalan, dibatasi hanya pada jalan kelas III, memenuhi standar spesifikasi teknis perpotongan sebidang yang ditetapkan oleh menteri.
Ketiga, harus dibuat menjadi perpotongan tidak sebidang, tidak tidak memenuhi salah satu persyaratan perpotongan sebidang, frekuens dan kecepatan KA tinggi. Frekuensi dan kecepatan lalu lintas jalan tinggi.
“Faktor lainnya mengenai perlintasan sebidang yang tidak dijaga sebaiknya pemerintah daerah melalui Dinas Perhubungan (Dishub) bekerjasama dengan PT KAI melakukan audit agar dapat melakukan mitigasi risikonya, sehingga ada solusi jangka pendeknya,” pungkas Djoko.
Bagikan