Kampus
29 April, 2022 23:13 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, MALANG — Menjalankan puasa Ramadan di negeri orang merupakan tantangan tersendiri, terlebih di negara dengan penganut muslim yang minoritas. Itulah yang dirasakan Bayu Dharmala, staf Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang sedang menuntut pendidikan S2 di The University of Arizona, Amerika Serikat.
Bayu, sapaan akrabnya, menceritakan suasana Ramadan dan hari biasa di Amerika, khususnya Arizona, terasa sama. Hal ini terjadi karena pemeluk muslim merupakan minoritas di daerah tersebut. Suasana Ramadan di Amerika Serikat (AS) membuat anak tunggal tersebut harus mandiri dalam mempersiapkan sahur maupun berbuka puasa.
Pelaksanaan puasa yang bertepatan dengan musim panas di Amerika juga menjadi tantangan tersendiri bagi Bayu. "Ramadan di Indonesia identik dengan Kajian Ramadan, patroli untuk membangunkan sahur, takjil, dan lain sebagainya," kata Bayu, Jumat (29/4/2022).
Namun, suasana tersebut tidak dapat dirasakan Bayu di Arizona. Oleh karena itulah, dirinya tidak bisa mengandalkan suara azan maupun suara orang patroli untuk mengetahui waktu sahur dan berbuka puasa. Dia hanya mengandalkan alarm di smartphone sebagai penunjuk waktu.
Alumni UMM asal Pasuruan itu menambahkan, waktu untuk berpuasa di Amerika berlangsung lebih lama dibanding jika berada di Indonesia. Total waktu puasa di Amerika adalah 14 jam 30 menit. Sahur dimulai pukul 04.30 sampai 04.45 lalu waktu berbuka puasa adalah pukul 19.00. Sedangkan waktu solat tarawih dimulai pada pukul 20.00 malam.
"Di Arizona, ada satu masjid yang dekat dengan tempat tinggal saya, bernama Susan Islamic Centre," katanya. Di masjid tersebut, biasanya Bayu melaksanakan salat tarawih berjamaah bersama dengan masyarakat muslim lainnya di Arizona.
Pengalaman Unik
Ada beberapa hal unik yang dialami Bayu selama menjalani salat tarawih di masjid tersebut. Salah satunya adalah jumlah rakaat salat yang tidak biasa.
"Di sini, solat tarawih berjumlah 10 rakaat dan disusul salat witir berjumlah tiga rakaat. Jadi total solat tarawih di Arizona adalah 13 rakaat," katanya.
Ada pula hal unik lainnya yang dialami Bayu, yakni banyak teman-teman kuliahnya yang belum mengerti akan puasa. Karena hal tersebut, pada waktu makan siang beberapa teman sering memberi Bayu makanan berupa roti maupun coklat.
"Kadang saya bingung bagaimana menolak pemberian mereka tanpa menyakiti hati. Biasanya saya menerima makanan yang diberikan lalu saya simpan untuk berbuka puasa," ujarnya.
Meskipun tidak bisa merasakan Ramadan seperti di Indonesia, Bayu mengatakan, suasana Ramadan bisa didapatkan dari komunitas muslim yang ada di Arizona, yaitu Muslim Student Association (MSA). Komunitas ini sering mengadakan buka puasa bersama setiap seminggu sekali.
"Berkat berkumpul bersama saudara-saudara muslim lainnya di Arizona, saya jadi merasakan bagaimana suasana Ramadan. Meskipun tidak bisa menjalani puasa seperti tahun-tahun sebelumnya, namun perbedaan yang ada membuat saya memaknai lebih dalam mengenai arti bulan Ramadan," tandasnya.
Bagikan