Dari Ampas Tebu, Mahasiswa UNY Ciptakan Masker Nanofiber

19 Januari, 2022 21:21 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

19012022-UNY Masker Ampas Tebu.jpg
Prototipe bahan masker nanofiber dari ampas tebu yang dikembangkan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Masker nanofiber ramah lingkungan ini diklaim lebih efektif menyaring debu vulkanik. (EDUWARA/Humas UNY)

Eduwara.com, JOGJA -- Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil mengembangkan masker dengan ukuran pori kurang dari 300 nm dari limbah ampas tebu. Masker nanofiber ramah lingkungan ini diklaim lebih efektif menyaring debu vulkanik.

Karya ini merupakan hasil penelitian Siti Mustika Ayu, Inten Widyaningrum dan Dayu Arinda dari Prodi Kimia. Mereka dibantu Intan Tri Wahyuni dan Keysa Havida Nugraha dari Prodi Pendidikan Biologi.

Menurut Siti Mustika Ayu, limbah ampas tebu digunakan karena jika tidak diolah dengan benar dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Limbah ampas tebu dimanfaatkan dengan metode enzimatik.

"Setiap satu ton tanaman tebu, menghasilkan 100 kg ampas tebu kering yang mengandung kadar selulosa 40 persen yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nanofiber" katanya.

Nanofiber yang dihasilkan ini memiliki permukaan berukuran antara 1-100 nm sehingga dapat dijadikan alternatif untuk menyaring debu vulkanik. 

Inten Widyaningrum menambahkan nanofiber dapat dibuat dari selulosa yang berasal dari dinding sel tumbuhan yang diekstraksi menghasilkan serat berukuran nano.

"Dalam mengubah selulosa menjadi nanoselulosa dapat menggunakan perlakuan awal dengan alkali, kemudian diikuti dengan hidrolisis enzimatik untuk menghilangkan lignin dan membatasi degradasi karbohidrat dibandingkan dengan metode kimia lainnya," ungkap Inten.

Keysa Havida Nugraha menjelaskan ujicoba pembuatan masker ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY untuk prosedur perlakuan awal dan metode enzimatik, serta riset secara mandiri yang dilakukan di Bantul untuk karakterisasi biodegradasi nanofiber.

Tim peneliti masker nanofiber terdiri dari mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). (EDUWARA/Humas UNY)

Langkah pertama, ampas tebu dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan alkohol. Selanjutnya, mengeringkan ampas tebu pada oven pada suhu 60°C selama 24 jam. Ampas tebu yang telah kering diayak menggunakan ayakan 150 mesh.

Kemudian, serat ampas tebu didelignifikasi dengan KOH 5% 1:20 (ampas tebu : larutan). Pada tahap ini, dihasilkan selulosa kemudian dicuci hingga netral dan dikeringkan dengan penyaring buchner. Kemudian ampas tebu pada konsentrasi 25% b/v ditambahkan ke buffer asetat dengan pH 6. Enzim xilanase sebanyak 35,24 mg dilarutkan ke dalam 70 mL, kemudian setiap 1 menit ditetesi 1 mL larutan xilanase.

Campuran diaduk pada suhu 45°C yang divariasikan selama 12 jam, 24 jam, dan 48 jam menggunakan hot plate. Setelah itu, suspensi dikenakan penangas termostatik yang diatur ke 80°C selama 30 menit, untuk mendenaturasi enzim. Pulp yang tersisa dicuci dengan air deionisasi dan dipisahkan dengan sentrifugasi berkecepatan 300 rpm selama 15 menit.

Nanofiber ampas tebu dihidrolisis dengan metode enzimatik menggunakan enzim xilanase dengan variasi waktu 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Setelah diberi perlakuan enzimatis, enzim secara efisien dapat menghidrolisis hemiselulosa, memecah struktur serat dan membelah ikatan sehingga terbentuk serat nano, dengan diameter 31.0 ± 10.0 nm.

Penyaringan debu vulkanik dengan masker berbahan dasar nanofiber selulosa dari ampas tebu melalui metode enzimatik memiliki diameter 31.0 ± 10.0 nm akan lebih efektif dalam menyaring debu vulkanik berskala 2µm-300µm.

Keysa menyarankan agar pada penelitian selanjutnya untuk melakukan realisasi pengimplementasian nanofiber selulosa ampas tebu sebagai produk masker agar mendapatkan hasil yang maksimal.

"Diperlukan penelitian lanjutan berupa uji aktivitas antimikroba pada produk nanofiber selulosa ampas tebu agar didapatkan produk masker yang baik," tutupnya.