Art
09 April, 2022 19:31 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA - Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta M Agus Burhan menilai perkembangan pesat teknologi digital, yang menghadirkan beragam media bagi karya seni, harus dibarengi dengan pemikiran terbuka (open mind). Kurikulum seni juga terus mengadopsi teknologi digital.
"Teknologi digital yang berubah pesat menyediakan platform digital yang sangat besar, yang bisa dimanfaatkan oleh dunia seni visual, pertunjukan maupun hiburan," kata Burhan ketika membuka pameran di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta, Sabtu (9/4/2022).
Mulai hari ini sampai 17 April, Festival Non-Fungible Token (NFT) bertajuk 'Indo NFT Festiverse' digelar. Sebanyak 280 karya terverifikasi dipamerkan melalui 80 layar.
Burhan mengatakan keberadaan NFT sejak 2017 lalu menjadi media baru bagi para seniman dan perupa untuk mengunggah serta memediakan karya-karyanya di sistem pasar terbuka digital (marketplace).
Hal ini menjadikan para kreator, mahasiswa dan dosen mempunyai media untuk memajang karya-karya produktivitas mereka dan dikenal semakin luas.
"Tentu saja perubahaan ini harus diiringi dengan perubahan kurikulum yang mewajibkan mata kuliah-mata kuliah seni mengadopsi teknologi digital. ISI Yogyakarta sudah melakukan itu baik di seni terapan maupun seni murni," lanjut Burhan.
Bahkan pada program studi Film dan Televisi Fakultas Seni Media Rekam, penggunaan teknologi digital, menurut Burhan, sangat pekat penggunaannya.
Namun yang terpenting dari semua, ia mengatakan, bahwa pemikiran yang terbuka sangat dibutuhkan untuk bisa segera beradaptasi dengan perubahan teknologi digital. Mahasiswa dan dosen sudah tidak bisa lagi terkurung dalam frame estetika maupun proses penciptaan dan teknologi dari yang kemarin.
"Teknologi informasi berubah sangat cepat harus diikuti dengan kesiapan dosen maupun instrumen kurikulumnya. Itu alamiah, namun tidak mengubah esensi seni. Kreativitas tidak berubah, hanya medianya berubah," lanjutnya.
Terkait keberadaan NFT, Burhan menyebut platform ini mampu menghadirkan media yang sifatnya campuran (blended). Ada ruang bagi perupa untuk menghasilkan karya cipta yang murni digital, namun juga memberi kesempatan bagi media lama untuk digitalkan.
Burhan melihat, pameran NFT berupaya mengajak masyarakat memasuki dunia blockchain dan mengenal salah satu aset digital berbasis teknologi yang sedang populer ini.
"Meski popularitas saat ini masih terbatas di dunia seni, hobi, dan hiburan, namun tidak bisa dipungkiri adanya potensi besar pengaplikasian NFT dalam banyak sektor," kata Burhan.
Diselenggarakan oleh Sewon NFT Club dan Art Pop Up, pameran Indo NFT Festiverse dirancang menjadi sebuah perhelatan rutin untuk menguji, mengapresiasi, dan menumbuhkan ekosistem NFT di tanah air.
"Ini akan menjadi wadah bagi seluruh pemangku kepentingan dunia seni dan teknologi tanah air untuk saling bertemu, sharing dan berkolaborasi memajukan Indonesia dalam gelombang baru teknologi ini," jelas Founder Art Pop Up Intan Wibisono.
Ia menceritakan 280 karya kreator yang ditampilkan melalui 80 layar tampil dan instalasi seni merupakan hasil verifikasi timnya terhadap 300 lebih karya yang dikirimkan. Dengan mempertimbangkan seberapa besar keaktifan dan sumbangsih para kreator terhadap komunitasnya, maka karya-karya yang masuk diseleksi.
Mewakili Sewon NFT Club, Rudi Hermawan memaparkan NFT adalah arena baru bagi para seniman mengoptimalkan pendapatannya. Sebelum ada NFT, sebuah karya kolaborasi sulit menentukan bagaimana pembagian kepemilikan dan haknya.
"Dengan NFT, satu karya yang dikerjakan sepuluh artis akan bisa dengan mudah dibagi royaltinya," tutupnya.
Bagikan