Kampus
13 Mei, 2022 13:34 WIB
Penulis:Bhakti Hariani
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, DEPOK—Dua tahun berturut-turut mudik Lebaran terhalang dilakukan akibat pandemi pandemi Covid-19. Pada 2022, ketika pelonggaran kegiatan dan mobilitas terjadi, antusiasme masyarakat melonjak tajam.
Hal itu dipaparkan Direktur Keamanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) Brigjen Pol Chryshnanda Dwilaksana dalam Kuliah Umum “Kemajuan Infrastruktur Jalan Tol, Meningkatnya Volume Kendaraan, Pandemi dan Tradisi dalam Peristiwa Mudik Lebaran 2022” bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).
Dia menjelaskan, untuk mengantisipasi lonjakan mudik tersebut, pihak kepolisian membuka banyak pos selama mudik, yaitu pos kemanan, pos kesehatan, pos pelayanan, dan pos terpadu.
Kepolisian satuan lalu lintas (satlantas) juga membuka pelayanan virtual melalui digital maps di kawasan yang menjadi penyebab kemacetan ataupun kawasan rawan kecelakaan melalui monitoring National Traffic Management Center (NTMC) dan petugas lapangan.
“Target dari Operasi Ketupat 2022 ini adalah kelancaran lalu lintas yang lebih baik, keselamatan pemudik yang ditunjukkan dengan menurunnya angka korban kecelakaan, serta memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan pengetatan protokol kesehatan,” ujar Chryshnanda dalam siaran pers yang diterima Eduwara.com, Jumat (13/5/2022).
Lebih lanjut diungkap Chryshnanda, dari data yang diperoleh, sebagian masyarakat Indonesia menggunakan tol. Oleh karena itu, kepolisian dan pemangku kebijakan memikirkan dampak kemacetan di jalan tol yang tidak hanya berkaitan dengan masalah lalu lintas dan transportasi, tetapi juga masalah sosial dan kemanusiaan. “Ketika kemacetan terjadi di jalan tol, ini menjadi sangat rumit apalagi jika memakan korban jiwa,” ujar Chryshanda.
Dekan FISIP UI Semiarto Aji Purwanto menuturkan, lebaran merupakan momentum pulang kampung yang melibatkan jutaan orang dengan euforia atau kesenangan yang luar biasa untuk bisa bertemu keluarga. Meski demikian, mudik kali ini bukan sekadar tradisi seperti pada tahun sebelumnya karena terjadi di tengah upaya menekan laju penyebaran virus Covid-19.
“Ledakan pergerakan pemudik ini diharapkan tidak menghambat kembalinya kehidupan normal walau dengan penerapan new normal,” ujar Aji.
Guru Besar Sosiologi FISIP UI Paulus Wirutomo melihat mudik sebagai fenomena sosial yang secara sistemik dan holistik dipengaruhi kondisi kultural, struktural, proses sosial. Kondisi kultural mencakup sistem nilai mengenai persaudaraan dan hubungan dengan orang tua.
Begitu kuatnya pengaruh sistem nilai ini sehingga mendorong orang untuk bergerak mudik dengan mengambil momentum tradisi.
“Secara struktural, fenomena mudik tampak di seluruh stratifikasi sosial masyarakat karena yang mudik bukan hanya yang berlebaran, melainkan juga yang tidak merayakannya,” ujar Paulus.
Bagikan