Kampus
08 Maret, 2024 20:59 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bekerja sama dengan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menghadirkan Center of Artificial Intelligence Ethic, pada Jumat (8/3/2024). Kerja sama ini dinilai menjadi langkah penting dalam memperkuat etika dalam pengembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI)
Kerja sama ini terjalin saat diskusi publik bertajuk ‘Kebutuhan Mengembangkan Regulasi Tata Kelola Kecerdasan Artifisial’ di Balai Senat Gedung Pusat UGM. Diskusi publik ini menghadirkan pembicara kunci Wakil Menteri Komunikasi dan Informasi (Wamenkominfo) Nezar Patria, Dekan Filsafat UGM Siti Murtiningsih, Direktur Government Relations Microsoft Indonesia and Brunei Darussalam, Ajar Edi, Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar, dan Kepala Prodi Magister Kecerdasan Artifisial FMIPA UGM Afiahayati.
“Makin berkembangnya kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) dan potensinya yang luar biasa untuk memajukan industri, muncul kebutuhan mendesak untuk mengembangkan regulasi tata kelola yang efektif dan inklusif,” jelas Dekan Fakultas Filsafat UGM, Siti Murtiningsih.
Dipaparkan Siti, pada era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat maka kehadiran teknologi AI menimbulkan tantangan etis. Karenanya, perkembangannya harus sejalan dengan nilai moral dan etika di masyarakat, serta tidak merugikan dari sisi aspek kemanusiaan.
“Diperlukan instrumen hukum yang lebih mengikat bagi semua kepentingan masyarakat dan industri terkait dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan. Kita perlu menyusun Undang-Undang terkait prinsip etis AI dari pandangan lintas keilmuan,” paparnya.
Soft Regulation
Wamenkominfo Nezar Patria mengatakan Kemkominfo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Surat Edaran Menkominfo ini menjadi tahap awal dalam mengembangkan model tata kelola kecerdasan artifisial, merespons kecepatan inovasi dan pemanfaatan teknologi ini.
Secara ekonomi, lanjut Nezar, berkembangnya teknologi kecerdasan artifisial generatif (generative AI) telah banyak memberi banyak kesempatan dan peluang. Sebagai gambaran, penggunaan generative AI setidaknya dapat membuka kapasitas produksi sedikitnya USD 243,5 miliar atau setara dengan 18 persen dari PDB pada 2022.
“Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan memegang peran penting di regional Asia Tenggara pada 2030. Dengan keberadaan sembilan juta talenta digital, Indonesia menyumbang 30 persen pada pertumbuhan ekonomi digital ASEAN,” katanya.
Saat itu, Indonesia menjadi negara satu-satunya dengan populasi penduduk paling besar, dengan pertumbuhan angkatan muda yang luar biasa. Sehingga, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada 2030 akan mencapai 366 USD. Pertumbuhan ekonomi digital negara-negara ASEAN sendiri akan tumbuh hingga 1 triliun USD.
Kehadiran Surat Edaran Menkominfo ini, menurut Nezar, masih bergerak di soft regulation dengan mencermati pertumbuhan AI di sektor industri. Prinsipnya, Indonesia mengambil manfaat sebesar-besarnya namun juga memitigasi risiko yang muncul.
Beberapa risiko yang kemungkinan akan muncul sebagai dampak penggunaan AI, di antaranya besarnya kemungkinan penyalahgunaan AI untuk memicu diskriminasi sosial hingga munculnya produk disinformasi yang bisa memberikan dampak pada harmonisasi sosial.
Bagikan