Sains
06 Desember, 2021 11:38 WIB
Penulis:Bunga NurSY
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, BANDUNG— Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung Gunung Semeru di Jawa Timur membuat beban yang menutup gunung itu hilang dan membuatnya mengalami erupsi pada Sabtu (04/12/2021).
Hal itu diungkapkan oleh Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman seperti dikutip dari situs resmi ITB pada Minggu (05/12/2021).
Dia mengatakan, material aliran lahar yang terjadi di Gunung Semeru merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menutupi kawah gunung di Lumajang tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Gunung Semeru erupsi pada Sabtu (04/12/2021) sekitar pukul 14:50 WIB. Menurut Mirzam, saat terjadi erupsi warga cenderung tidak merasakan adanya gempa, akan tetapi tetap terekam oleh seismograf. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya material yang berada di dalam dapur magma.
Dia menjelaskan, ada tiga hal yang menyebabkan sebuah gunung api bisa meletus. Pertama karena volume di dapur magmanya sudah penuh, kedua karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma, dan yang ketiga hilangnya abu vulkanik yang menahan puncaknya di atas dapur magma.
Faktor yang ketiga ini, lanjutnya, sepertinya yang terjadi di Semeru. Jadi ketika curah hujan cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban.
“Jadi meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit [hanya bisa diditeksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya], Semeru tetap bisa erupsi,” jelasnya.
Mirzam mengindikasikan abu vulkanik gunung semeru cenderung berat yang ditandai dengan warnanya yang abu-abu pekat.
Hal tersebut terlihat dari visual di puncak Gunung Semeru, sehingga ketika letusan-letusan sebelumnya terjadi, abu vulkaniknya jatuh menumpuk di hanya di sekitar area puncak gunung semeru, ini yang menjadi cikal bakal melimpahnya material lahar letusan 2021.
Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengatakan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A.
Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan, Mirzam berkesimpulan bahwa Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendeknya 1—2 tahun. Terakhir Semeru tercatat pernah juga mengalami letusan pada Desember 2020.
“Letusan kali ini, volume magmanya sebetulnya tidak banyak, tetapi abu vulkaniknya banyak sebab akumulasi dari letusan sebelumnya,” jelasnya.
Menurut Mirzam, arah letusan gunung Semeru bisa diprediksi yaitu mengarah ke tenggara. Hal ini karena mengacu pada peta Geologi Semeru, bidang tempat lahirnya gunung ini tidak horizontal tetapi miring ke arah selatan.
“Kalau kita mengacu pada letusan 2020, arah abu vulkaniknya itu cenderung ke arah tenggara dan selatan karena anginnya berhembus ke arah tersebut begitu juga dengan aliran laharnya karena semua sungai yang berhulu ke puncak Semeru semua mengalir ke arah selatan dan tenggara,” ujarnya.
Mirzam menegaskan, bahaya dari gunung api secara umum ada dua, yaitu primer dan sekunder. Bahaya primer berkaitan dengan saat gunung meletus dan bahaya sekunder setelah gunung api tersebut meletus. Bahaya primer dari letusan ialah aliran lava, wedus gembel, dan abu vulkanik.
Sementara itu, bahaya sekunder salah satunya terjadinya banjir bandang serta lahar. “Dua-duanya sama-sama berbahaya,” ujarnya.
Bagikan
Sains
setahun yang lalu