Kampus
10 Desember, 2021 09:20 WIB
Penulis:Bunga NurSY
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, BANDUNG—Institut Teknolog Bandung (ITB) bekerja sama dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengkaji perencanaan dan pengembangan proyek ibu kota negara baru (IKN) di Kalimantan Timur.
Kajian itu menjadi bahasan utama focus group discussion di Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) pada akhir bulan lalu secara virtual.
Dengan turut menghadirkan praktisi dari Urban+ Institute dan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), bahasan mengenai perencanaan lahan dinamis terkait perumahan dan mobilitas masyarakat diangkat melalui tema Smart City Prospects in the New Capital City: Potentials and Challenges in Land Use, Mobility, and Housing Development.
Dalam acara itu, Profesor Urban Science and Planning Massachusetts Institute of Technology Andres Sevtsuk membedah mengenai konsep 10-minute city yang rencananya akan diterapkan pada IKN baru Indonesia.
Andres menegaskan terdapat beberapa poin utama yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan konsep 10-minute city, salah satu di antaranya terkait dengan kesalahan dalam menempatkan lokasi perumahan dan pekerjaan pada lokasi yang berdekatan.
“Praktik ini dinilai tidak memberikan solusi dalam mempermudah mobilisasi masyarakat karena nyatanya penduduk kota memilih pekerjaan bukan berdasarkan kedekatan dengan lokasi kerjanya, tetapi karena banyak faktor non-spasial lainnya,” katanya seperti dikutip dari situs resmi ITB, Kamis (09/12/2021).
Dia menambahkan, data survei Amerika Serikat 2009 bahkan menunjukkan proporsi perjalanan menuju tempat kerja sebenarnya hanya 25 persen dari keseluruhan perjalanan yang dilakukan masyarakat. Dengan demikian, perencanaan seharusnya lebih fokus pada bagaimana meningkatkan aksesibilitas untuk menempuh perjalanan selain menuju tempat kerja, misalnya rekreasi dan berbelanja.
Selain itu, lanjutnya, akses transportasi tidak bermotor seharusnya juga diperluas untuk menjangkau antara area perumahan satu dengan area perumahan yang lain. Pemenuhan kebutuhan tidak seharusnya terbatas pada area perumahan tertentu, sehingga orang yang ingin bepergian juga dapat terakomodasi dengan akses transportasi publik yang memadai.
Sementara itu, Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota ITB Haryo Winarso menyampaikan dalam upaya penyediaan perumahan di IKN baru, pemangku kepentingan perlu mengetahui terlebih dahulu hunian yang disediakan untuk siapa, seberapa banyak, di mana lokasinya, kapan akan dibangun, siapa yang akan membangun, dan dari mana asal pendanaannya.
Dua skema yang digunakan dalam penyediaan perumahan pada IKN, yaitu PPP/PPPP (Public Private Partnership/Public Private People Partnership) dan sektor privat.
Kemudian, tambahnya, untuk merespons fleksibilitas pembangunan yang akan terjadi pada IKN, perencanaan spasial urban yang dinamis dapat mengakomodasi kemungkinan perubahan rencana di masa mendatang.
“Perencanaan dinamis diperlukan karena penyediaan perumahan pada area yang berkembang secara cepat berbeda dengan menyediakan perumahan pada kota yang ‘sudah jadi’. Penyediaan perumahan IKN secara dinamis akan disesuaikan berdasarkan periode pembangunannya disebabkan karena adanya perubahan kebutuhan dan permintaan tipe perumahan yang berbeda pada tiap periode pembangunan,” ujar Haryo.
Untuk mendukung perencanaan dinamis tersebut, terdapat teknologi yang bernama digital twin. Digital twin merupakan model tiga dimensi yang dapat membantu perencana dalam proses pengambilan keputusan terutama dalam merencanakan area perumahan sebelum diimplementasikan.
Bagikan