Jangan Jadikan Pengganti ASPD sebagai Indikator Penerimaan Peserta Didik Baru

06 Juni, 2023 06:15 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

06062023-DIY ASPD akan diganti.jpg
Selama tiga tahun, DIY menjadi satu-satunya daerah yang menyelenggarakan Assessment Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) yang dihapus pada 2021. Dalam pelaksanaannya, ASPD yang bertujuan untuk memetakan hasil belajar siswa dan mengantisipasi kesenjangan pendidikan antar wilayah, menjadi indikator dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). (EDUWARA/Dok. K. Setyono)

Eduwara.com, JOGJA – Di tengah penolakan penghapusan Assessment Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) oleh Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY, meminta penganti ASPD tidak menjadi indikator dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardoyo menyebut wacana pergantian ASPD ini diusulkan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

"Dalam evaluasi penerapan ASPD di DIY, Menteri Nadiem menjelaskan alasan utamanya meminta ASPD dihapus karena membebani siswa. Ini tidak sinkron dengan Kurikulum Merdeka Belajar," jelas Didik Wardoyo, saat dihubungi, Senin (5/6/2023).

Selama tiga tahun ini, menurut Didik, DIY menjadi satu-satunya daerah yang menyelenggarakan ASPD sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) yang dihapus pada 2021. ASPD bertujuan untuk memetakan hasil belajar siswa dan mengantisipasi kesenjangan pendidikan antar wilayah.

Terkait wacana itu, lanjut Didik, pihaknya segera melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk bersama-sama melakukan evaluasi terkait dengan pemetaan hasil belajar sehingga hal ini dapat dilakukan dan menjadi bahan memastikan kualitas pendidikan.

"Padahal dalam ASPD ini kami sesuaikan dan mengikuti Kurikulum Merdeka Belajar yang mendorong siswa pada literasi bacaan, literasi numerasi, dan literasi sains. Semuanya ada dalam materi ujian ASPD. Jadi tidak bertentangan," katanya.

Kearifan Lokal

Kepala Disdikpora Bantul Isdarmoko menilai wacana penghapusan ASPD tidak sesuai dengan semangat dari Kurikulum Merdeka Belajar dalam memajukan mutu pendidikan.

Menurutnya, dalam konsep Merdeka Belajar yang dilahirkan Mendikbudristek ada peluang daerah untuk berupaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Lewat ASPD, kata Isdarmoko, para guru bersemangat dalam mendorong siswa agar lebih giat meningkatkan hasil belajar.

"Kenapa kok dihapuskan atau dihilangkan, sedangkan Merdeka Belajar kan mestinya ada hal-hal yang bisa sebagai kearifan lokal suatu daerah," ujarnya.

Di Bantul, lanjut Isdarmoko, ASPD dijadikan indikator pemetaan kualitas pendidikan yang hampir sama dengan EBTANAS dan UN. Bedanya, ASPD tidak menjadi penentu kelulusan para siswa, tapi merupakan salah satu alat seleksi PPDB yang ditentukan oleh nilai rapor.

Dalam rilis ke Eduwara.com, Kepala ORI DIY Budhi Masturi meminta pengganti ASPD tidak dijadikan indikator dalam PPDB. Secara keseluruhan, ORI menilai pelaksanaan ASPD selama tiga tahun tidak menemui laporan pelanggaran.

"Tapi ASPD ini diperhitungkan dalam PPDB, sehingga menjadi tekanan psikologis bagi pelajar. Padahal penghapusan UN sendiri bertujuan menghilangkan tekanan psikologis pelajar,” lanjutnya.

Karenanya, Budhi meminta untuk mengembalikan ASPD sebagai instrumen untuk mengukur kualitas output belajar mengajar dari setiap sekolah. Tapi jangan dijadikan alat seleksi PPDB untuk setiap siswa.

"Atau, jika tetap akan dijadikan alat seleksi PPDB, maka ia harus ditempatkan menjadi komponen nilai sekolah, bukan komponen nilai siswa," tegasnya.

Sehingga, lanjut Budhi, hasil perolehan rerata ASPD sebuah sekolah dikonversi menjadi skor akreditasi, lalu digunakan untuk semua siswa dari sekolah tersebut sebagai penambah skor PPDB.

"Dengan demikian guru dan siswa akan tetap semangat, bergotong royong belajar-mengajar, untuk memperoleh hasil ASPD yang tinggi," tutupnya.