Kampus
23 Oktober, 2025 19:00 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA -- Kolaborasi antara universitas dan gereja dinilai sebagai elemen kunci dalam mendorong keadilan iklim dan pengurangan risiko bencana (PRB) di Indonesia.
Hal ini mengemuka dalam Talkshow Sesi 2 bertajuk “Kolaborasi Akademis–Eklesiatis: Universitas dan Gereja dalam Advokasi Keadilan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana” dalam rangkaian Konsultasi Nasional PRB dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (MAPI) yang diselenggarakan di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Kamis (16/10/2025).
Tiga narasumber dari kalangan akademisi hadir dalam sesi ini, yakni Henry Feriadi dari Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW, Djoko Rahardjo dari Fakultas Bioteknologi UKDW, serta Imelda Masni Juniaty Sianipar dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Henry Feriadi menegaskan bahwa universitas memiliki tanggung jawab membentuk pemimpin masa depan yang tangguh menghadapi krisis lingkungan melalui tiga dharma: pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
“Melalui pendekatanproblem based learning, mahasiswa diajak peka terhadap realitas, memahami dampak lingkungan, dan membangun ketangguhan melalui riset terkait ekologi perkotaan dan perubahan iklim,” ujarnya.
Henry juga menyoroti pentingnya program konkret seperti pusat studi kebencanaan, service learning, voluntourism, dan inisiatif adopt a community sebagai upaya membantu komunitas untuk mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
“Kolaborasi dengan gereja perlu dibangun melalui penguatan jejaring, sinergi sumber daya terbatas, dan tindakan kecil yang konsisten,” katanya.
Tantangan Global
Sementara itu, Djoko Rahardjo mengangkat tantangan global berupa triple planetary crisis,yaitu perubahan iklim, pencemaran, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ia menekankan bahwa kerusakan ekosistem berdampak langsung pada hilangnya layanan kehidupan.
“Konservasi harus dilihat sebagai bagian dari keadilan iklim, karena masyarakat rentan paling terdampak saat biodiversitas hilang, di mana akses terhadap pangan, air, dan obat-obatan menjadi terbatas,” jelasnya.
Menurut Djoko, gereja dan institusi pendidikan dapat menjadi pelopor perlindungan keanekaragaman hayati perkotaan melalui pembangunan ruang hijau dan edukasi ekologis di tengah jemaat.
Sedangkan, Imelda Sianipar menyoroti peran saling melengkapi antara universitas dan gereja.
“Universitas adalah pusat pengetahuan ilmiah, sementara gereja memiliki otoritas moral dan pengaruh spiritual untuk menggerakkan perubahan perilaku masyarakat,” katanya.
Ia memaparkan beberapa bentuk kolaborasi strategis, seperti riset bersama dan penyusunan policybrief, edukasi publik dan pemberdayaan komunitas lokal, serta advokasi kebijakan berbasis nilai dan data. Imelda juga menekankan pentingnya gereja membuka jaringan global untuk belajar dari praktik baik, seperti sistem mitigasi bencana terpadu di Taiwan.
Talkshow ini menegaskan bahwa kolaborasi antara universitas dan gereja bukan hanya ide, melainkan panggilan moral dan ilmiah untuk menyelamatkan bumi serta memperjuangkan keadilan bagi semua ciptaan. (*)
Bagikan