Gagasan
10 Oktober, 2022 16:15 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, JOGJA – Melalui komunitas 'Gunungkidul Menginspirasi' yang hadir 2012 silam, Joko Susilo, lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, mengajak pemuda daerahnya memahami dan melek perubahan lewat pendidikan.
Menelurkan konsep pendidikan alternatif yang mengutamakan empati, memberi ruang dan keterlibatan anggotanya. Joko meraih penghargaan Pemuda Pelopor terbaik 2022 Bidang Pendidikan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jumat (7/10/2022) malam di Jakarta.
Joko menyatakan Gunungkidul Menginspirasi adalah gerakan yang fokus pada literasi dan pendidikan. Komunitas ini bergerak dengan tujuan mengubah pola pikir kalangan pemuda bahwa tak ada peradaban tanpa pendidikan dan kaum muda adalah masa depan.
"Dalam proses sosial pendidikan, kami ingin semua pemuda Gunungkidul terlibat dan menjadi kaum terdidik yang memanusiakan manusia serta pendidikan untuk semua," jelas Joko saat berbicara dengan Eduwara.com, Sabtu (8/10/2022) malam.
Pemuda Pelopor merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan pemerintah Indonesia terhadap pemuda atas prestasi dan kontribusinya untuk kemajuan masyarakat di lima bidang utama; Pendidikan, Sosial Budaya Keagamaan, Inovasi Teknologi Tepat Guna, Pangan Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Berlatar belakang keprihatinan yang menurut Joko selama ini ini minat siswa-siswi di Gunungkidul untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi minim. Hal ini disebabkan banyak faktor mulai dari ekonomi, sosial-lingkungan, motivasi diri dan pernikahan dini sebagai penyebab sebab utama.
Bersama dengan tujuh teman-temannya di awal berdirinya komunitas ini, Joko meyakini pendidikan adalah kunci utama dalam penyelesaian masalah di Gunungkidul. Selama ini Gunungkidul daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di DIY, khususnya rata-rata sekolah dan tingkat literasi.
"Kesenjangan serta keterbatasan pada pendidikan dan pengembangan diri bagi kaum marjinal maupun pemuda perdesaan Gunungkidul masing sangat tinggi. Kami bercita-cita pemuda inilah yang berkontribusi dalam penyadaran, pemberdayaan dan pengembangan kepemudaan di Gunungkidul," jelasnya.
Di prosesnya, Joko memaparkan tantangan dalam memasifkan gerakan ini pertama adalah kondisi geografi yang menjadikan pedesaan memiliki keterbatasan aksesibilitas. Dari pemudanya sendiri, Joko melihat banyak anak-anak muda pedesaan yang masih minder yang tidak terbiasa dengan dinamika perubahan.
"Ini menjadi tantangan ketika mereka tidak menjadikan diri mau bersuara, berani tidak berani menyampaikan aspirasi. Sehingga kondisi ini menahan mereka dalam membuka wawasan yang lebih luas," ucapnya.
Berangkat dari sini, gerakan Gunungkidul Menginspirasi melakukan pendekatan berbasis empati dan nge-wong-ke atau memanusiakan. Program 'srawung' atau berkumpul dihadirkan untuk menarik kalangan pemuda untuk terlibat sepenuhnya. Karena tanpa ada keterlibatan tidak ada perubahan.
Di srawung, interaksi antar anggota dibangun dengan ajang saling kunjung ke rumah. Melalui rapat terbuka inilah upaya menumbuhkan dan mendekatkan anggota pada konsep memanusiakan terus dibangun.
Sementara dari sisi keterlibatan, setiap anggota komunitas Gunungkidul Menginspirasi diberi kesempatan untuk mengusulkan setiap tema kegiatan yang dinilai perlu mereka pelajari dan ketahui.
"Agenda kegiatan bulanan sejak awal tahun sudah terjadwal. Semua ide dari anggota dan menurut mereka itu harus dipelajari serta wajib diketahui seperti penulisan, teknik berbicara di depan umum dan lainnya. Pengurus tidak mendominasi dan tidak dibatasi pada pendidikan serta dari mana," ucapnya.
Tak hanya itu, lewat komunitas ini pemuda Gunungkidul diajak untuk berbagi ruang yang tidak hanya terbatas ide, tetapi juga ketersediaan ruang fisik sebagai sarana taman baca atau pembelajaran bersama.
Dari aktivitas yang menghubungkan teori dan praktek ini, komunitas ini berkembang pesat dengan pertumbuhan anggota mencapai 450 orang yang sudah menjangkau 4.000 pelajar di lebih dari 100 sekolahan di 18 Kecamatan. Ini belum lagi keterlibatan 350 mitra yang berkolaborasi dalam pendirian 32 pojok baca di pelosok-pelosok desa.
"Penghargaan ini bukan keberhasilan pribadi, ini adalah keberhasilan kerja kolektif rekan-rekan semua. Komunitas ini adalah ruang atau rumah dimana semua orang yang ingin berbagi pengetahuan akan diterima. Dengan semakin banyak pengetahuan, maka kehidupan kita semakin lebih terbuka, berkemajuan, lebih terencana dan progresif," papar pemuda yang telah meraih 24 penghargaan nasional maupun internasional.
Komunitas ini juga berkembang dengan menyediakan jaringan yang terhubung dengan banyak komunitas pelajar, mahasiswa dan lembaga-lembaga di kampus se Indonesia. Ketersediaan jaringan ini memungkinkan pemuda Gunungkidul yang akan melaksanakan ujian masuk perguruan tinggi memiliki tempat singgah.
"Kami seperti rumah kos-kosan milik Hos Tjokroaminoto. Semua orang bisa belajar, semua orang juga terlibat demi kemajuan bersama," tutupnya.
Bagikan