Kampus
18 Januari, 2022 15:49 WIB
Penulis:Bhakti Hariani
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, BANDUNG – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim menilai kemampuan berpikir efektif, mampu bekerja sama dengan orang lain, dan bernegosiasi, merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh para sarjana lulusan S1 lewat penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Dalam kunjungannya ke Universitas Padjadjaran Bandung, Nadiem mengatakan hanya 15 persen lulusan Perguruan Tinggi (PT) bekerja sesuai dengan program studi semasa kuliah. Hal ini mendasarkan pentingnya penerapan MBKM karena dengan program ini mahasiswa dilatih untuk presentasi, berdebat, dan berdiskusi, yang akan mengasah cara berpikir kritis.
“Karena ketika anda keluar dari kampus, sudah tidak ada lagi pelampung, penyelamat. Adanya itu hiu-hiu, ombak besar, dan cuaca tidak stabil,” ujar Nadiem dalam siaran pers yang diterima Eduwara.com, Selasa (18/1/2021).
Diungkap Nadiem, Kemendikbudristek memahami bahwa program MBKM sulit dilakukan secara administratif. Tapi dengan perubahan besar ini, ia meyakini akan membuat perguruan tinggi akan jauh lebih relevan untuk dunia kerja.
“Ini kenapa Kemendikbudristek merepotkan seluruh kaprodi se-Indonesia. Mereka mendukung dengan berpikir secara cepat bagaimana mereka dapat memadatkan mata kuliah dalam 5 semester, karena 3 semester lain mahasiswa perlu belajar di luar prodi. Alasannya karena tidak ada satu pekerjaanpun yang hanya membutuhkan satu disiplin. Semua multidisplin,” papar Nadiem.
Lebih lanjut diungkap Nadiem, esensi dari program MBKM dapat dilihat dari sejumlah indikator kinerja utama (IKU) yang diberikan kepada semua universitas di Indonesia.
Pertama, terkait standar, Menteri Nadiem menuturkan bahwa pada indikator ini yang perlu dilihat adalah berapa jumlah mahasiswa yang belajar di luar kampus, baik di bidang profesional maupun di dunia akademi.
Kedua, dengan melihat berapa jumlah dosen yang keluar dari kampus untuk mencari pengalaman.
“IKU yang lainnya adalah berapa banyak praktisi yang dibawa ke kampus untuk mengajar, berapa riset terapan yang benar-benar menghasilkan dampak nyata, berapa prodi yang melakukan kemitraan dengan pihak luar, berapa akreditasi internasional yang diperoleh, dan berapa persen mata kuliah yang penilaiannya berdasarkan proyek atau seminar case,” papar Nadiem.
Selain itu, Mendikbudristek juga menekankan pentingnya mengasah jiwa sosial. “Itulah S1 yang sekarang kita kembangkan. Jadi ketika lulus, kalian sudah setengah matang. Sudah mencicipi budaya, agama, dan suku berbeda. Dan saya optimistis, perguruan tinggi bisa melakukannya dalam 2,5 tahun,” pungkas Nadiem.
Bagikan