Kampus
06 Oktober, 2023 21:33 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Hasil penelitian mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) pada suku lokal di Indonesia mendapatkan fakta pengetahuan etnobotani terkait ketahanan pangan mengalami pergeseran dan kepunahan.
Penelitian ini dilakukan tim Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) UGM yang beranggotakan Ilham Nur Rahman (Teknologi Industri Pertanian 2021), Mia Fadilah (Biologi 2020), Ilham Andriyanto (Antropologi 2021), Hanieke Syahla Magular (Antropologi 2020), dan Abdila (Sejarah 2020). Mereka didampingi Aprilia Firmonasari.
"Responden yang menjadi target dari riset ini adalah 40 orang anggota suku Rejang di Desa Rindu Hati, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu,” kata Abdila mewakili rekan-rekannya, Kamis (5/10/2023).
Tim melakukan survei dengan metode observasi dan wawancara terhadap masyarakat Suku Rejang. Sebagai data pendukung, mereka melakukan pembacaan terhadap arsip, literatur, termasuk literatur lokal tentang sistem pertanian setempat.
Abdila mengatakan melalui kajian etnobotani yang merupakan praktik pemanfaatan keanekaragaman hayati berbasis kelompok dalam mewujudkan ketahanan pangan, suku Rejang dinilai masih memiliki potensi etnobotani yang menjadi role model dan dapat dipreservasi.
"Penelitian ini fokus mengenai retensi pengetahuan etnobotani yang ada pada suku Rejang dari sisi pergeseran, pewarisan, dan strategi konservasi berdasarkan pada kelompok usia,” lanjutnya.
Pewarisan
Hasil riset menunjukkan pengetahuan etnobotani paling banyak dimiliki kelompok usia di atas 60 tahun dan kelompok usia 45-60 tahun, sedangkan terendah pada kelompok umur 15-30 tahun sebesar 39,09 persen.
Anggota tim lainnya, Hanieke Syahla Magular, menuturkan pewarisan pengetahuan etnobotani pada suku Rejang dilakukan melalui tiga cara, yakni pewarisan pengetahuan melalui tradisi lisan antara generasi tua ke muda dengan cara bertutur. Selanjutnya, pewarisan pengetahuan etnobotani secara alami melalui aktivitas sehari-hari.
"Ada juga pewarisan etnobotani dilakukan secara non-formal tanpa adanya hal-hal struktural yang ada pada masyarakat Rejang," paparnya.
Hanieke menyoroti soal masih absennya lembaga lokal dalam upaya pewarisan pengetahuan etnobotani yang ikut berperan melemahkan proses pewarisan pengetahuan etnobotani suku Rejang.
Tim ini kemudian merekomendasikan perlunya sebuah kemitraan baru yang dibangun antara pegiat konservasi, akademisi, aktor pemerintah, dan masyarakat lokal sebagai pemilik pengetahuan.
Bagikan