Kampus
13 November, 2021 00:06 WIB
Penulis:Ida Gautama
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, DEPOK -- Industri 4.0 telah memaksa manusia melakukan perubahan perilaku, cara pandang, dan pola pikir agar sesuai dengan perkembangan zaman. Transformasi budaya tersebut menjadi penting karena ketika suatu bangsa tidak siap menghadapi Industri 4.0., maka bangsa tersebut berada dalam 'kegalauan'.
Bangsa tersebut juga mengalami guncangan budaya yang berpotensi merusak nilai-nilai budaya lama dan meninggalkan nilai budaya baru dalam kondisi belum sempurna terbentuk. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat kehilangan arah dan pegangan, sehingga mudah terjebak dalam konflik, dan mudah didikte oleh bangsa lain.
Dengan dilatar belakangi fakta-fakta tersebut yang ada di sekeliling kita, Makara Art Center (MAC) bersama Aliansi UI Toleran (AUTO) dan Forum Kebangsaan UI menggelar Sarasehan Budaya bertema “Transformasi Budaya di Era Revolusi Industri 4.0.” di Auditorium Makara Art Center, Kampus UI Depok. Acara ini disiarkan melalui YouTube dan Zoom, didukung oleh Atitude Achievement For Titanium Generation 4.0. (A2G).
“Guna menjawab tuntutan era Industri 4.0, perlu dirumuskan konsep strategi kebudayaan yang tepat dan akurat agar transformasi budaya dapat berjalan dengan tepat dan relevan sesuai dengan tuntutan zaman,” ujar Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro dalam siaran pers yang dikirimkan ke redaksi Eduwara.com, Jumat (12/11/2021).
Menanggapi hal ini, perwakilan AUTO, Pamela Cardinale, mengatakan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan kegiatan sarasehan ini adalah merumuskan strategi budaya tersebut agar nilai-nilai tradisional yang ada di Indonesia dapat menjadi sesuatu yang relevan dengan perkembangan zaman.
Menurut Pamela, bangsa yang tidak memiliki arah ini akan sibuk bertikai dan berdebat mengenai hal sepele serta mudah larut dengan tren dan pemikiran bangsa lain.
“Bangsa Indonesia sedang mengalami ini, ditandai dengan adanya perdebatan dan konflik yang timbul karena isu-isu kecil dan mengabaikan persoalan yang besar. Kedua, ditandai dengan memandang peyoratif budaya sendiri dan lebih mengagungkan budaya lain,” tutur Pamela.
Dikatakan Pamela, bangsa yang seperti itu akan menjadi bangsa yang rapuh dan memiliki daya kreativitas yang rendah. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam menghadapi Industri 4.0 yang menuntut adanya transformasi budaya. Perlu ada suatu strategi yang matang, terarah dan terukur agar proses transformasi budaya dapat berjalan secara kreatif, tanpa gejolak dan tetap dinamis dan kreatif.
Pembaharuan Strategi Budaya
Sarasehan ini terbagi menjadi dua sesi yang membahas mengenai tradisi budaya pengetahuan masa kini serta tantangan Industri 4.0. untuk mengubah pembelajaran dan pola pikir pendidik. Industri 4.0. telah menyebabkan adanya disrupsi digital yang menyebabkan percikan perubahan mengejutkan di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Oleh karenanya, pembaharuan strategi budaya diperlukan untuk menghadapinya, terutama pembaruan dalam hal sistem pendidikan karena sumber-sumber disrupsi merupakan sumber yang terkait dengan penguasaan teknologi.
Lebih lanjut, sarasehan juga membahas mengenai adanya kegagapan dalam pendidikan tentang budaya yang ada, salah satunya karena metode pembelajaran yang telah daluwarsa di era Industri 4.0. Untuk itu, model pendidikan haruslah diperbarui agar dapat lebih berorientasi ke pemecahan masalah yang menekankan pada kreativitas serta inovasi.
Tujuan pendidikan juga harus diperhatikan, yakni tidak hanya berfokus pada memperoleh pengetahuan namun juga memperoleh pendidikan karakter. Pendidikan juga bukan hanya fokus kepada pengetahuan saintifik, namun juga memperhatikan liberal arts yang menekankan daya mental dan karakter peserta didik, seperti politik dan kewarganegaraan, ilmu budaya, logika, etika dan estetika.
Diharapkan, kegiatan ini dapat memunculkan pemikiran dan konsep-konsep yang cerdas, dan akurat yang dapat menjadi jawaban bagi persoalan-persoalan yang muncul di era Industri 4.0.
Selain itu, sarasehan ini diharapkan juga dapat menjadi pijakan dalam merumuskan arah kebijakan kebudayaan nasional serta solusi terhadap perubahan kurikulum pendidikan dan metode pembelajaran.
Beberapa pembicara hadir mengisi acara ini, seperti Sujiwo Tejo, Romo Haryatmoko, Budiman Sujatmiko dan Andrinof A Chaniago. Sarasehan ini juga menghadirkan Prof Ravik Karsidi selaku Staf Khusus Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bhakti
Bagikan