Unik! Guru SMAIT Nur Hidayah Sukoharjo Pakai Busana Jawa Saat Mengajar

27 Oktober, 2022 23:16 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Ida Gautama

27102022-SMAIT Nur Hidayah Sukoharjo Guru Tauchid.jpg
Taukhid ketika mengajar di kelas XII IPS 2, Kamis (27/10/2022). (EDUWARA/K. Setia Widodo)

Eduwara.com, SUKOHARJO – Berawal menjadi model dalam pembuatan video profil sekolah, salah seorang guru di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Nur Hidayah Sukoharjo, Taukhid Amirul Mukminin mantap mengenakan busana tradisional Jawa ketika mengajar para siswa sejak tiga bulan lalu.

Dalam kegiatan belajar mengajar, Taukhid yang juga guru mata pelajaran Bahasa Jawa dan Seni Budaya itu mengenakan busana berjenis Langenharjan dengan menggunakan beskap landhung.

Taukhid memilih jenis busana itu karena ingat dan terinspirasi dari pakaian yang pernah dikenakan tokoh Ki Hajar Dewantara dalam pementasan kelompok kethoprak Wiswakarman Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

"Ketika pilot punya seragam, tentara juga punya seragam, guru pun demikian. Akhirnya saya mengadopsi dari pakaian Ki Hajar Dewantara dalam pementasan itu, dan saya aplikasikan setiap saya mengajar. Dan ketika izin kepala sekolah saya diperbolehkan," kata Taukhid ketika diwawancarai Eduwara.com, Kamis (27/10/2022), selepas mengajar.

Taukhid melanjutkan, para siswa terkejut ketika dia kali pertama mengenakan pakaian seperti itu. Mereka menanggapi secara positif, dan karena itu Taukhid menyadari bahwa dalam mengajar, pakaian juga berpengaruh terhadap siswa.

Menurut dia, ketika menggunakan pakaian yang biasa dikenakan, siswa menganggap hal itu biasa saja. Tetapi jika ada kejutan-kejutan baru, siswa akan menanggapi dengan antusias yang berbeda. Hal itu secara tidak langsung juga bisa menaikkan semangat belajar siswa.

"Kebetulan dengan mengenakan pakaian yang berbeda dengan guru yang lain, sebetulnya siswa menunggu hal baru. Walaupun yang disampaikan merupakan lanjutan dari materi sebelumnya," jelas dia yang kerap disapa Ustaz Taukhid itu.

Apresiasi kepada Guru

Berkaca dari Ki Hajar Dewantara yang dahulu juga mengenakan pakaian seperti itu, Taukhid berpikir bahwa mengenakan pakaian terbaik ketika mengajar juga menjadi salah satu tuntutan bagi seorang guru. 

Ketika menggunakan kemeja, mungkin bagi siswa hal tersebut merupakan hal yang biasa saja. Berbeda dengan mengenakan seperti yang dia pakai, siswa jadi menilai bahwa sebelum mengajar guru tersebut memerlukan persiapan setidaknya setengah jam sebelum mengajar untuk berganti pakaian, memakai jas dan dasi.

"Siswa juga melihat pengorbanan seorang gurunya. Mungkin dulu ketika Ki Hajar Dewantara mengajar situasinya tidak sepanas sekarang, siswa jadi berpikir padahal situasinya panas namun guru tersebut mengenakan pakaian seperti itu sehingga siswa mengapresiasi gurunya," terang dia.

Lebih dari itu, para siswa juga diingatkan dengan kondisi di mana dulunya tidak semua anak bisa sekolah. Mungkin hanya anak yang mempunyai orang tua dari golongan bangsawan atau yang punya uang saja yang bisa sekolah. Maka dari itu, Taukhid berharap meskipun berasal dari masyarakat biasa, siswa yang dia ajar nantinya bisa sukses dan mempunyai kedudukan tinggi di mata masyarakat.

Lebih lanjut, ketika mengenakan pakaian itu, Taukhid sekaligus bisa menjelaskan kepada para siswa mengenai macam-macam pakaian tradisional Jawa. Selain itu, juga menjelaskan sejarah pakaian tradisional Jawa jenis Langenharjan, mengapa memilih beskap landhung daripada beskap krowok.

"Beskap landhung dipilih karena tidak menggunakan keris. Berbeda dengan beskap krowok yang dipakai ketika menggunakan keris. Karena seorang guru tidak berkeris, maka menggunakan jenis landhung," beber dia.

Kepala SMAIT Nur Hidayah Sukoharjo, Muhammad Ihsan Fauzi menjelaskan langkah yang dilakukan Taukhid sejalan dengan konsep yang dipegang oleh sekolah.

"Di sini konsepnya kan best version of us atau versi terbaik dari diri kita masing-masing, baik siswa maupun guru. Saya memandang Ustaz Taukhid itu totalitas hingga belajar ke Keraton Surakarta," tukas dia.

Ihsan menambahkan, walaupun tagline SMAIT Nur Hidayah adalah islamic, modern, smart, dan internasional, keberadaan Taukhid yang konsisten mengenalkan adat Jawa sudah seperti layaknya oase yang menjadikan siswa antusias ketika kegiatan belajar.

"Siswa juga dikenalkan adat, sopan santun Jawa. Meskipun ada yang dari Kalimantan, Aceh, Papua, Sulawesi, namun mereka bisa paham dan berbicara nggih, boten, nuwun sewu. Hal ini menunjukkan mereka antusias dengan budaya Jawa khas Solo," pungkas dia. (K. Setia Widodo)